PROSEDUR PRNGRMBANGAN
INSTRUMEN ASESMEN DAN PELAKSANAAN ASISMEN
Untuk mendapatkan
data yang akurat
dari siswa yang
akan diases diperluka
instrumen yang memadai.
Rochyadi & Alimin
(2005) mengemukakan bahwa
ada beberapa langkah yang
harus ditempuh guru
dalam penyusunan instrumen
asesmen. Langkah penyusunan
instrumen yang dimaksud adalah: 1) menetapkan aspek dan ruang lingkup yang akan
diases, 2) menetapkan ruang lingkup, yaitu memilih komponen mana dari bidang
yang akan diakses, 3) Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen, dan
4) Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Berikut
penjelasan masing-masing langkah.
1)
Memahami aspek dan ruang lingkup yang akan
diases.
Merujuk kepada
ruang lingkup asesmen
dalam pendidikan bagi
ABK, guru seyogyanya memiliki
pemahaman yang komprehensif tentang bidang yang akan diaseskan. Asesmen
hanya akan bermakna, jika guru/asesor
mengetahui organisasi materi, jenis keterampilan yang akan dikembangkan,
serta tahap-tahap perkembangan anak.
Untuk lebih
memperjelas pembahasan mengenai
ruang lingkup akan
diambil contoh salah satu ruang lingkup asesmen perkembangan, yaitu:
„keterampilan kognitif dasar‟. Untuk
memahami aspek-aspek apa saja
yang termasuk dalam keterampilan kognitif dasar, maka guru harus
mengetahui konsep atau pengertian keterampilan kognitif dasar itu
sendiri. Keterampilan kognitif
dasar merupakan suatu
keterampilan prasyarat untuk mempelajari
bidang akademik, khususnya
dalam aritmetika. Merujuk
pada teori perkembangan kognitif
dari Piaget (1965)
yang mengemukakan bahwa
seorang siswa dikatakan siap
untuk belajar matematika
khususnya aritmetika, apabila
ia telah menguasai empat
keterampilan kognitif dasar,
yang meliputi: klasifikasi,
ordering dan/atau seriasi, korespondensi, dan konservasi.
Berdasarkan teori
tersebut, guru/asesor dapat
mempelajari masing-masing dari keempat
komponen keterampilan kognitif
dasar tersebut. Selanjutnya dari
tiap-tiap komponen dikembangkan menjadi sub-sub komponen. Dari setiap
subkomponen tersebut dapat
dijabarkan lagi ke
dalam sub-sub komponen
yang lebih kecil
yang memuat
indikator-indikator yang akan
dijadikan landasan dalam
pembuatan butir-butir soal dalam
instrumen asesmen tersebut.
Untuk memberikan gambaran
yang komprehensif tentang ruang lingkup bidang yang akan diases, penyajian materi dalam bentuk matriks,
bagan, tabel, atau
daftar dapat membantu
pemahaman guru/asesor dalam
rangka menyusun instrumen asesmen yang dimaksud.
2)
Menetapkan
ruang lingkup, yaitu
memilih komponen mana
dari bidang yang
akan diases
Setelah guru/asesor
memahami ruang lingkup
bidang yang akan
diases, langkah selanjutnya adalah
memilih komponen/subkomponen mana
dari keseluruhan komponen bidang tersebut untuk ditetapkan
sebagai komponen/subkomponen yang akan
diaseskan. Apakah guru memilih
salah satu komponen
dari bidang keterampilan
kognitif dasar tersebut, misalnya
komponen klasifikasi, atau
memilih dua komponen,
yaitu klasifikasi dan ordering,
misalnya. Setelah guru/asesor
menetapkan atau memilih
komponen mana yang akan
diases, langkah selanjutnya
adalah menyusun kisi-kisi
instrumen asesmen tentang
komponen yang dipilih/ditetapkan dari keseluruhan komponen bidang yang akan
diases.
3)
Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen
Untuk
menentukan instrumen asesmen dari keterampilan/subketerampilan tertentu,
guru/asesor seyogyanya membuat
kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi
ini bertujuan untuk mempermudah
dalam membuat soal atau
tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa. Yang paling
penting dalam membuat kisi-kisi instrumen ini adalah
pemahaman secara komprehensif tentang
keterampilan/subketerampilan
yang telah dipilih/ditetapkan untuk diaseskan, baik
pengertiannya maupun ruang lingkupnya. Tidak ada peraturan yang baku mengenai
penyusunan kisi-kisi ini,
namun berdasarkan pengalaman penulis, untuk memudahkan dan memberikan gambaran
yang menyeluruh sebaiknya
disusun dalam sebuah table
atau daftar. Tabel
kisi-kisi ini yang
berisi kolom-kolom: 1)
keterampilan, 2) subketerampilan, dan 3) indikator .
4)
Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi
yang telah dibuat
Setelah menyusun
kisi-kisi instrumen, langkah
selanjutnya adalah
mengembangkan butir-butir soal
tentang keterampilan/subketerampilan dari
kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Sama halnya dengan penyusunan
kisi-kisi, pengembangan butir soal dapat
dibuat dalam bentuk
daftar atau tabel. Butir-butir soal
dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator yang telah
dijabarkan dari subkomponen/ subketerampilan yang telah
dipahami baik pengertiannya maupun ruang lingkupnya.
2.
Pengembangan
Instrumen Asesmen.
Untuk dapat
mengembangkan instrumen asesmen ada beberapa prosedur atau strategi yang dapat
dipilih, yaitu asesmen formal dan asesmen informal. Asesmen formal dilakukan
dengan menggunakan tes
baku yang dilengkapi
dengan petunjuk pelaksanaan
tes, kunci jawaban, cara
menafsirkan hasilnya, dan
alternatif penanganan anak
yang bersangkutan. Penyusunan
asesmen formal memerlukan keahlian tinggi, waktu yang lama, dan biaya yang besar, karena harus
didasarkan atas validitas
tertentu, memerlukan perhitungan
reliabilitas , dan tiap butir
soal perlu dikalibrasi
untuk mengetahui daya
pembeda dan derajat kesulitannya. Karena penyusunan
instrumen asesmen formal tidak mudah, maka tidak mudah pula untuk
menemukan instrumen asesmen
formal tersebut. Oleh
karena itu para
ahli di bidang pendidikan
bagi ABK umumnya
mempercayai bahwa asesmen
informal merupakan cara yang terbaik
untuk memperoleh informasi tentang
penguasaan anak Berbagai observasi
tentang perilaku anak
sehari-hari dalam menyelesaikan
tugasnya atau hasil
tes bidang tertentu yang
dibuat oleh guru
berdasarkan kurikulum dapat
menyajikan informasi yang sangat
berharga sebagai landasan
pelayanan pengajaran bagi
ABK. Yusuf, M
(2005) mengemukakan beberapa jenis
asesmen informal yang
dapat digunakan guru,
seperti: observasi, analisis
sampel kerja, inventori
informal, daftar cek,
skala penilaian, wawancara, dan kuesioner.
Observasi, adalah
suatu strategi pengukuran
dengan cara melakukan
pengamatan langsung terhadap perilaku siswa, misalnya keterampilan
sosial, keterampilan akademik, dan kebiasaan
belajar. Adapun teknik
yang dapat digunakan
berupa: event recording (catatan
berdasarkan frekuensi kejadian), duration recording
(mencatat perilaku berdasarkan lamanya kejadian),
interval time sample
recording (mencatat hasil
amatan berdasarkan interval waktu
kejadian). Agar pelaksanaan
observasi ini efisien
dan akurat, perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1)
tentukan perilaku yang akan diamati, 2) perilaku harus dapat diamati dan
diukur, 3) tentukan
waktu dan tempat,
4) sediakan form catatan,
dan 5) cara pengukuran. Analisis sampel
kerja, merupakan jenis
pengukuran informal dengan
menggunakan
sample
pekerjaan siswa, misalnya hasil tes, karangan, karya seni, respon lisan. Ada
beberapa tipe analisis sample kerja, yaitu: analisis kesalahan dari suatu tugas
dan analisis respon, baik respon yang
benar maupun yang salah.
Analisa Tugas,
lebih banyak digunakan
untuk pengukuran maupun
perencanakan pengajaran. Analisa tugas merupakan proses pemisahan,
pengurutan, dan penguraian sebuah komponen
penting dari semua
tugas. Analisa tugas
umumnya digunakan dalam
bidang menolong diri sendiri. Misalnya tugas menyetrika baju/dari
tahapan-tahapan yang dilakukan anak. Infentori
Informal, biasanya digunakan
untuk melihat prestasi
siswa dalam bidang akademik. Meskipun
demikian dapat pula
digunakan untuk mengukur
aspek-aspek non akademik, seperti
kebiasaan dan perilaku
social. Inventory informal
memberikan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya lebih umum, seperti sejauh mana kemampuan
membaca siswa? Dari pertanyaan umum ini dijabarkan ke dalam beberapa bagian
yang dapat diuji, seperti dalam pengenalan atau pemahaman bacaan.
Daftar Cek,
biasanya digunakan untuk
meneliti perilaku siswa
di dalam kelas,
atau patokan-patokan
perkembangan. Daftar cek
dapat juga untuk
mengetahui apa yang
sudah dicapai pada masa
lalu, kinerja siswa
di luar sekolah,
kurikulum yang sudah
dicapai dan sebagainya.
Skala penilaian,
memungkinkan diperolehnya informasi tentang opini dan penilaian, bukan laporan
perilaku yang dapat diamati.
Misalnya sikap terhadap
suatu obyek, persepsi anak mengenai pengasuhan orang tua,
konsep diri anak dan sebagainya.
Kuisioner, biasanya
berupa instrumen tertulis,
sedangkan wawancara dilakukan secara lisan. Keduanya dapat
disusun secara sistematis atau secara terbuka. Wawancara dan kuisioner merupakan
salah satu teknik
asesmen yang cukup
tepat untuk menghimpun informasi seseorang termasuk
informasi masa lalu, seperti pengalaman masa kecil, kebiasaan di rumah, sejarah
perkembangan anak dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa
strategi/teknik dalam melakukan
asesmen seperti tersebut
di atas, dapat disusun
suatu skala pengukuran
terhadap aspek tertentu.
Selanjutnya Yusuf M.(2005)
mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan skala pengukuran:
1. Aspek apa yang akan diukur
2. Rumuskan definisi konsep dan operasional
3. Sebutkan indiktor dari aspek yang diukur
4. Susun daftar pertanyaan
5. Pilih tehnik/strategi yang akan digunakan.
3.
Metode dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
metode atau
cara yang dapat
digunakan dalam melaksanakan
asesmen antara lain:
a.
Observasi,
pengamatan yang dilakukan
terhadap cara belajar
siswa, tingkah laku
yang muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya
b.
Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh
dengan cara memberikan tes pada setiap bidang pengajaran.
c.
Wawancara, dilakukan terhadap orang tua, atau
keluarga, dan siswa.
Sedangkan teknik
yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang
diharapkan melalui metode di atas
adalah:
a.
Ceklis, yaitu memberikan tanda pada
bagian-bagian yang telah ditentukan pada pedoman sesuai dengan kemampuan anak.
b.
Skala nilai, yaitu bentuk penilaian yang
mengarah pada kemampuan atau prestasi belajar
siswa.
Adapun bentuk laporan hasil pelaksanaan
asesmen dapat berupa:
a.
grafik, yaitu untuk menggambarkan posisi setiap
siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
b.
Data
kualitatif, yaitu deskripsi
singkat tentang kemampuan
siswa dalam belajar
untuk setiap bidang studi
c.
Data kuantitatif, yaitu data berupa angka.
Supaya tidak menyesatkan, data kuantitatif ini hendaknya selalu diiringi dengan
data kualitatif.
Ada
beberapa persyaratan dalam menentukan metode asesmen, yaitu :
a.
Autentik, perilaku nyata dalam setting nyata
b.
Konvergen, sumber informasi yang beragam
c.
Kolaborasi, dilakukan bersama, terutama sekali
dengan pengasuh
d.
Equity, mampu mengakomodasi kebutuhan khusus
anak
e.
Sensivitas, dapat memasukan materi yang cukup
untuk perencanaan keputusan
f.
Kongruen,
ada kesamaan prosedur
yang diterapkan, baik
dalam pengembangan maupun evaluasinya.
Terdapat
beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan di
dalam melakukan asesmen
sebagaimana Mary, A.Falvey, (1986) mengemukakan tentang kapan, dimana,
dan bagaimana asesmen itu dilakukan.
Untuk menentukan program
pembelajaran yang relevan
dan fungsional bagi
anak, asesmen seyogyanya dilakukan
secara terus menerus
(kontinyu). Dengan cara
ini asesmen dapat memfasilitasi
belajar anak dan
keterampilan yang diperoleh
dari hasil belajar
akan menjadi fungsional
Untuk melihat bagaimana
perilaku anak, asesmen hendaknya dilakukan dalam situasi alamiah (seperti
di rumah, di dalam kelas, di kantin, di
asrama, dsb. di mana anak tinggal). Proses
asesmen pada situasi
alamiah ini penting
untuk melihat perilaku
nyata anak dalam
berbagai ragam situasi/lingkungan.
Metode dan teknik
harus menjadi pertimbangan di dalam melakukan asesmen. Beberapa teknik
dapat digunakan dalam
melakukan asesmen, di
antaranya: observasi, wawancara,
tes, dan inventori. Namun demikian, observasi dan wawancara yang mendalam banyak membantu
menggali kemampuan, masalah,
dan kebutuhan anak.
Observasi sangat berguna untuk
melihat kemampuan dan
keterampilan anak dalam
situasi/lingkungan yang alamiah.
Perilaku itu muncul tanpa ada intervensi dan manipulasi dari guru. Melalui
lembar observasi guru hanya
menandai atau menceklis
setiap perilaku yang
muncul (mis.: tidak pernah,
kadang-kadang, sering, atau
sering sekali), sehingga
akan tampak perilaku
yang menjadi masalah pada
anak tersebut. Data
yang dikumpulkan dari
kegiatan observasi mungkin berkaitan
erat dengan manusia,
material, atau benda,
dan berbagai situasi
yang berhubungan dengan anak.
Berdasarkan hasil observasi,
guru dapat mengembangkan program pengembangngan perilaku
yang bersifat negatif
ke arah perilaku
yang bersifat positif.
4.
Prosedur Pelaksanaan Asesmen
Sebagaimana telah
dijelaskan mengenai ruang lingkup materi keterampilan yang akan diases, asesmen
juga pada akhirnya akan menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa
secara individu. Dan
bagaimana cara guru
mengajar siswa sehingga
memperoleh kemajuan yang
optimal.
Pada hakikatnya guru
mempunyai tugas untuk membantu individu agar dapat belajar. secara baik dan
memperoleh hasil yang optimal (sesuai dengan kemampuannya). Oleh karena
itu, dalam merencanakan
program pengajaran, guru
hendaknya memperhatikan
perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh siswa baik yang bersifat inter
individual maupun yang bersifat intra
individual. Hal ini
sangat penting bagi
ABK yang perbedaan
individualnya sangat nampak.
Perbedaan-perbedaan itu dapat diketahui melalui kegiatan asesmen.
Untuk menentukan
apa yang harus
diajarkan kepada siswa
secara individu, ada beberapa langkah/urutan yang harus
diperhatikan. Mercer & Mercer (1989:38) menyarankan sebagai berikut:
1)
Determine scope and sequence of skills to be taught, 2) decide what behavior
to asses, 3)
select an evaluation
activity, 4) administer
the evaluation device,
5) record the student’s performance, 6) determine the specific short-
and long
range instructional objectives.
Pernyataan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut, Pertama, menentukan skop atau bidang dan
urutan keterampilan yang
akan diajarkan. Untuk
dapat melaksanakan hal
ini dengan efektif, maka
guru harus memahami
tingkatan kemampuan siswa
dalam bidang-bidang pengajaran
tertentu. Hal ini perlu dilakukan mengingat kemampuan antara siswa yang
satu dengan yang
lainnya berbeda-beda. Guru
umumnya dapat mengetahui
dengan jelas
keterampilan-keterampilan yang telah
dikuasai oleh siswa
dan keterampilan yang
perlu dikuasainya. Melalui analisis tugas biasanya guru dapat mengidentifikasi
keterampilan siswa sampai kepada bagian-bagian yang terkecil.
Kedua, Memilih
tingkah laku yang
akan dinilai. Penilaian
tingkah laku dimulai
dari tingkat yang paling
global sampai pada
tingkat yang paling
spesifik. Tingkah laku
global yaitu penggradasian
materi kurikulum yang
melibatkan tingkah laku
siswa dalam rentang keterampilan yang
luas. Misalnya dalam
bidang membaca meliputi:
keterampilan mengenal huruf dan
kata, pemahaman kata, dan mungkin pemahaman wacana. Sedangkan tingkah lakuyang
spesifik mengacu pada
penentuan secara langsung
tujuan pengajaran, misalnya:
siswa perlu belajar bunyi vokal pendek.
Ketiga, memilih
kegiatan evaluasi. Dalam
hal ini guru
perlu mempertimbangkan
apakah kegiatan itu
untuk menilai rentang
keteampilan umum atau
untuk menilai keterampilan khusus.
Apabila penilaian tentang
rentang keterampilan dibutuhkan
maka hal itu umumnya dilakukan
tidak secara kontinyu. Misalnya dua kali dalam setahun. Akan tetapi
penilaian keterampilan khusus
sebaiknya bersifat kontinyu
yang hasilnya dapat
digunakan untuk merencanakan berikutnya
Keempat, pengadministrasian
alat evaluasi. Pengadministrasian alat evaluasi biasanya diperlukan untuk
penilaian awal. Kegiatan
ini meliputi identifikasi
bidang masalah, pencatatan pola
kesalahan, penilaian keterampilan
tertentu. Setelah penilaian
awal dilaksanakan dan tujuan-tujuan
pengajaran ditentukan, maka
selanjutnya guru juga
perlu menentukan prosedur untuk memonitoring kemajuan.
Kelima, pencatatan
penampilan siswa. Ada
dua jenis penampilan
siswa yang harus dicatat oleh guru, yaitu penampilan
pekerjaan pada sehari-hari yang biasanya dicatat dengan aktivitas buatan guru;
dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan yang biasanya dicatat dalam bagan-bagan
atau format kemajuan
setiap individu yang
telah disediakan untuk keperluan tersebut.
Keenam,
penentuan tujuan pengajaran
khusus jangka pendek
dan jangka panjang. Tujuan yang
baik adalah tujuan
yang dapat mengamati
tingkah laku yang
terjadi dan menggambarkan kriteria
penilaian yang berhasil.
Contoh: tujuan jangka
pendek memberi materi berupa
huruf-huruf konsonan seperti:
b, c, d,
e, f, g
dan seterusnya. Tujuan
jangka panjang memberikan materi
berupa rangkaiana huruf
vokal dan konsonan,
siswa dapat menyebutkan 90%
fonem yang benar.
Dalam hal ini
yang penting adalah
bahwa tujuan jangka pendek
hendaknya langsung memberi
kontribusi terhadap pencapaian
tujuan jangka panjang.
0 komentar:
Posting Komentar