.MUHAMMAD NASHIR ILMI

.MUHAMMAD NASHIR ILMI
berbagi ilmu tentang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dalam lingkup ingklusi

Selasa, 06 Oktober 2015

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

By Guru Luar Biasa   Posted at  04.41   No comments


A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
          Konsep anak berkebutuhan khusus  memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam  pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami  hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
          Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen.
          Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.  Sesuai kebutuhan lapangan maka pada buku ini hanya dibahas secara singkat  pada kelompok anak berkebutuhan khusus yang sifatnya permanen.


B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
   Anak berkebutuhan khusus  dikelompokkan  menjadi anak berkebutuhan khusus temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra),
1). Anak Kurang Awas (low vision)
2). Anak tunanetra total (totally blind).
b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (Tunarungu/Wicara),
1). Anak kurang dengar (hard of hearing)
2). Anak tuli (deaf)
    c. Anak dengan kelainan Kecerdasan
 1)  Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
         a). Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50 – 70).
         b). Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
         c). Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
         2) Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
         a). Giffted dan Genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata 
b). Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus
d. Anak dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa).
1). Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
2). Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
e. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (Tunalaras)
1). Anak dengan gangguan prilaku
·         Anak  dengan gangguan perilaku taraf ringan
·         Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
·         Anak dengan gangguan perilaku taraf berat
2). Anak dengan gangguan emosi
·         Anak  dengan gangguan emosi taraf ringan
·         Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
·         Anak dengan gangguan emosi taraf berat
      g.  Anak gangguan belajar spesifik
      h. Anak lamban belajar (slow learner)
      i. Anak Autis
      y. Anak ADHD

C. Karakteristik dan Kebutuhan Pembelajaran ABK
1. Anak dengan  Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
     Anak dengan  gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan  khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.
Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang tunanetra total, dan bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu diperlukan latihan orientasi dan mobilitas.
Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat  ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
b.   Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.
c.    Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
d.   Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
e.    Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering. 
f.       Tidak mampu melihat.
g.    Peradangan hebat pada kedua bola mata,
h.   Mata bergoyang terus

Anak dengan gangguan penglihatan dapat juga dikelompokkan berdasarkan:
a.    Berdasarkan ukuran ketajaman penglihatan, anak tunanetra    dapat    dibagi menjadi:
1)       Mampu melihat dengan ketajaman penglihatan (acuity) 20/70 artinya anak tunanetra melihat dari jarak 20  feet (6 meter) sedangkan orang normal dari jarak 70 feet (21 meter). Mereka digolongkan ke dalam low vision (keterbatasan penglihatan)
2)       Mampu membaca huruf paling besar di Snellen Chart dari jarak 20 feet [acuity 20/200–legal blind] dikategorikan tunanetra total. Ini berarti anak tunanetra melihat huruf E dari jarak 6 meter, sedangkan anak normal dari jarak 60 meter.

b.   Anak dengan keterbatasan penglihatan (low vision)
Karakteristik anak yang memiliki keterbatasan penglihatan (low vision):
1)      Mengenal bentuk atau objek dari berbagai jarak.
2)      Menghitung jari dari berbagai jarak.
3)      Tidak mengenal tangan yang digerakan.

c.    Kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan berat [tunanetra total:
1)      Mempunyai persepsi cahaya [light perception)
2)      Tidak memiliki persepsi cahaya [ no light perception ]

d.   Dalam perspektif  pendidikan, tunanetra dikelompokan menjadi:
1)      Mereka yang mampu membaca huruf cetak standar.
2)      Mampu membaca huruf cetak standar, tetapi dengan bantuan kaca pembesar.
3)      Mampu membaca huruf cetak dalam ukuran besar [ukuran huruf  no. 18.].
4)      Mampu membaca huruf cetak secara kombinasi, cetakan reguler, dan cetakan besar.
5)      Menggunakan huruf Braille tetapi masih bisa melihat cahaya.

  Keterbatasan anak tunanetra:
a.    Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru.
b.   Keterbatasan dalam berinteraksi dalam lingkungan.
c.    Keterbatasan dalam mobilitas.

Kebutuhan pembelajaran anak tunanetra     
Karena keterbatasan anak tunanetra seperti tersebut di atas maka pembelajaran bagi mereka mengacu pada prinsif- prinsif sebagai beikut:
a.    Kebutuhan akan pengalaman konkrit.
b.   Kebutuhan akan pengalaman yang terintegrasi.
c.    Kebutuhan dalam berbuat dan bekerja dalam belajar

Media belajar anak tunanetra dikelompokan menjadi dua yaitu:
a.    Kelompok tunanetra total dengan media baca tulis huruf Braille.
b.   Kelompok low vision dengan media baca tulis biasa  yang diperbesar [misalnya hurup diperbesar dan menggunakan alat pembesar].

2. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
   Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.
2.1. Ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut:  
a.    Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
b.   Banyak perhatian terhadap getaran.
c.    Terlambat dalam perkembangan bahasa
d.   Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara,
e.    Terlambat perkembangan bahasa,
f.       Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
g.    Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara,
h.   Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton,
2.2 Kebutuhan pembelajaran anak tunarungu, secara umum tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Tetapi mereka memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
a.    Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya
b.   Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk mudah membaca bibir guru.
c.    Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk mendengarkan.
d.   Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala anak.
e.    Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus jelas.

3.  Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)
          Tunarahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental- intelektual di bawah rata-rata,  sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikam khusus.
          Ketunagrahitaan mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata. Para tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua itu berlangsung atau terjadi pada masa perkembangannya.
Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu: (1) Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) Ketidakmampuan dalam prilaku sosial/adaptif, dan (3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu  sampai dengan  usia 18 tahun.
          Tingkat kecerdasan seseorang diukur melalui tes inteligensi yang hasilnya disebut dengan IQ (intelligence quotient). Tingkat kecerdasan biasa dikelompokkan ke dalam tingkatan sebagai berikut:
a.    Tunagrahita ringan  memiliki IQ 70-55
b.   Tunagrahita sedang  memiliki IQ 55-40
c.    Tunagrahita berat  memiliki IQ 40-25
d.   Tunagrahita berat sekali  memiliki IQ <25
Contoh perbedaan kemampuan belajar dan penyelesaian tugas anak tunagrahita berdasarkan ekuivalensi usia kalender (CA) dengan Usia Mental (MA) sebagai berikut:
         
Nama
Umur (CA)
IQ
Umur kecerdasan (MA)
Kemampuan mempelajari dan melakukan tugas
Si A
10 th
100
10 tahun
Ia tidak kesulitan mempelajari kemampuan tugas-tugas seumurnya karena CA-nya, sama dengan MA-nya (normal)

Si B
10 th
70-55
7-5,5 tahun
Ia dapat mempelajari materi pembelajaran/tugas anak usia 5,5 tahun sampai dengan 7 tahun
Si C
10 th
55-40
5,5-4 tahun
Ia dapat mempelajari materi pembelajaran/tugas anak usia 4 tahun sampai dengan 5,5 tahun
Si D
10 th
40-25
4 th -2,5 tahun
Ia dapat mempelajari materi pembelajaran/tugas anat usia 4 tahun sampai 2,5 tahun
Si E
10 th
25 ke
2,5 tahun ke bawah
Ia dapat mempelajari materi pembelajaran/tugas anak usia 2,5 tahun ke bawah

3.1 Ciri-ciri fisik dan penampilan anak tungrahita:
1)   Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
2)   Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3)   Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
4)   Kordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)

3.2. Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita:
1)   Perbedaan tunagrahita dengan anak normal dalam proses belajar adalah terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya.
2)   Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita dengan anak sebayanya, anak tunagrahita mengalami masalah dalam hal yaitu:
a.    Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah
b.   Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c.     Minat dan perhatian  terhadap penyelesaian tugas.

4. Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh  (Tunadaksa)
      Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak [tulang, sendi, otot]. Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuan otot, atau gangguan fungsi syaraf otak (disebut Cerebral Palsy/CP].
Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.
       Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.  Untuk meningkatkan fungsinya diperlukan program dan layanan pendidikan khusus.  Peristilahan dalam kelumpuhan dibagi menurut daerah kelumpuhannya. Kelumpuhan sebelah badan disebut hemiparalise, kelumpuhan kedua anggota gerak bawah disebut paraparalise.

4.1  Ciri-ciri anak tunadaksa dapat di lukiskan sebagai berikut:
a.    Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
b.   Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari  biasa,
c.    Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak   terkendali, bergetar)
d.   Terdapat cacat pada anggota gerak,
e.    Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh,

4.2 Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunadaksa
Guru sebelum memberikan pelayanan dan pembelajaran bagi anak tundaksa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


a.    Segi kesehatan anak
Apakah ia memililki kelainan khusus seperti kencing manis atau pernah dioperasi, kalau digerakkan sakit sendinya, dan masalah lain seperti harus meminum obat dan sebagainya
b.   Kemampuan gerak dan mobilitas 
Apakah anak ke sekolah menggunakan transportasi khusus, alat bantu gerak, dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan.
c.    Kemampuan komunikasi
Apakah ada kelainan dalam berkomunikasi, dan alat komunikasi yang akan digunakan (lisan, tulisan, isyarat) dan sebagainya.
d.   Kemampuan dalam merawat diri
Apakah anak dapat melakukan perawatan diri dalam aktivitas sehari-hari atau tidak. Misalnya; dalam berpakaian, makan, mandi dll.
e.    Posisi
Bagaimana posisi anak tersebut pada waktu menggunakan alat bantu, duduk pada saat menerima pelajaran, waktu istirahat, di kamar kecil (toilet), saat makan dan sebagainya. Sehinga physical therapis sangat diperlukan.

5. Anak dengan gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras) adalah anak    yang    berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan   dan pendidikan secara khusus.
Di dalam dunia PLB dikenal dengan nama anak tunalaras (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:
  1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
  2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
  3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

5.1. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri:
1)   Cenderung membangkang
2)   Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
3)   Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
4)   Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum
5)   Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk sekolah

5.2. Kebutuhan pembelajaran anak Tunalaras.
Kebutuhan pembelajaran bagi anak tunalaras yang harus diperhatikan guru antara lain adalah:
a.    Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap anak.
b.   Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi oleh setiap anak.
c.    Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan minat anak.
d.   Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan sehari-hari, dan contoh dari lingkungan.

6. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (gifted dan talented)
      Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai ”gifted & talented children”.


6.1. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)   Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki  perbendaharaan kata yang luas
2)   Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi
3)   Mempunyai inisiatif, kreatif dan original dalam menunjukkan gagasan
4)   Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logis, sistimatis dan kritis
5)   Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan
6)   Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang,    terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati,
7)   Senang mencoba hal-hal baru,
8)   Mempunyai daya abstraksi,  konseptualisasi, dan sintesis  yang tinggi, Mempunyai daya imajinasi dan ingatan yang kuat,
9)   Senang terhadap kegiaan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,
10)    Cepat menangkap hubungan sebab akibat,
11)    Tidak cepat puas atas prestasi yang dicapainya
12)    Lebih senang bergaul dengan anak yang lebih tua usianya.
13)    Dapat menguasai dengan cepat materi pelajaran
     
      Anak talented adalah anak yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang tertentu, misalnya hanya dalam bidang matematik, ilmu pengetahuan alam, bahasa, kepemimpinan, kemampuan psikomotor, penampilan seni.

6.2  Kebutuhan pembelajaran anak cerdas istimewa dan bakat istimewa
a. Program pengayaan horisontal, yaitu:
1)      mengembangkan kemampuan eksplorasi.
2)      mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-hal yang ada di luar kurikulum biasa
3)      excekutif intensive dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti program intensif bidang tertentu yang diminati secara tuntas dan mendalam dalam waktu tertentu

b. Program pengayaan vertikal, yaitu:
1)      Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program yang sesuai dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah waktu, atau tingkatan kelas.
2)      Independent study, memberikan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar dan menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
3)      Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan tallented dengan para ahli yang ada di masyarakat.

7. Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)
       Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah anak normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar  80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding dengan sebayanya.  Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus.
7.1 Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak lamban belajar:
1)   Rata-rata prestasi belajarnya rendah (kurang dari 6),
2)   Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat   dibandingkan teman-teman seusianya,
3)   Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
4)   Pernah tidak naik kelas.
7.2 Anak lamban belajar membutuhkan pembelajaran khusus antara lain:
a.    Waktu yang lebih lama dibanding anak pada umumnya
b.   Ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam memberikan penjelasan
c.    Memperbanyak latihan dari pada hapalan dan pemahaman
d.   Menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif oleh guru
e.    Diperlukan adanya pengajaran remedial

8. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
    Dalam pelayanan pendidikan di sekolah reguler, sering kali guru dihadapkan pada siswa yang mengalami problem belajar atau kesulitan belajar salah satu kelompok kecil siswa yang termasuk dalam klasifikasi tersebut adalah kelompok anak yang berkesulitan belajar spesifik atau disebut specific learning disabilities
      Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman,  gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.
      Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan  belajar dapat dibagi dua. Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan di antara keduanya (Kirk dan Gallagher, 1986: Mulyono Abdurahman, 1996: Hidayat, 1996).
       Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berinteligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
       Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan pendekatan profesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi.
       Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya. Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan, kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan kondisi anak.
    Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
8.1. Ciri-ciri anak berkesulitan belajar spesifik:                                             
       Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
1)   Kesulitan membedakan bentuk,
2)   Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
3)   Sering melakukan kesalahan dalam membaca
8.2.  Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
1)   Sangat lamban dalam menyalin tulisan
2)   Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
3)   Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
4)   Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
5)   Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
8.3  Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
1)   Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
2)   Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
3)   Sering salah membilang secara berurutan
4)   Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
5)   Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
8.4  Kebutuhan Pembelajaran Anak Berkesulitan belajar khusus
        Anak berkesulitan belajar khusus memiliki dimensi kelainan dalam beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, diantaranya:
a.    Materi pembelajaran hendaknya disesuikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi anak
b.   Memerlukan uratan belajar yang sistimatis yaitu dari pemahaman yang konkrit ke yang abstrak
c.    Menggunakan berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan hambatannya.
d.   Pembelajaran sesuai dengan urutan dan tingkatan pemahaman anak
e.    Pembelajaran remedial.

9.  Anak Autis
    Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan  demikian  dapat diartikan  seorang anak yang hidup dalam dunianya.  Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, perilaku sosial.
9.1. Anak autis  memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Mengalami hambatan di dalam bahasa
b.   Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial
c.    Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan
d.   Kurang memiliki perasaan dan empati
e.    Sering berperilaku diluar kontrol dan meledak-ledak
f.     Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku
g.    Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri
h.   Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
i.     Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan
  
9.2. Kebutuhan Pembelajaran Anak Autis:
Anak autis  membutuhkan pembelajaran khusus antara lain sebagai berikut:
a.    Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting kelompok
b.   Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan perilaku-perilaku negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses belajar secara keseluruhan (stereotip)
c.    Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai bantuan
d.   Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan pada hal yang diharapkan. 

About the Author

Nulla sagittis convallis arcu. Sed sed nunc. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.
View all posts by: BT9

0 komentar:

Back to top ↑
Connect with Us

© 2015 PLB UNLAM KALSEL. WP MUHAMMAD NASHIR ILMI Converted by PLB UNLAM
Blogger. Proudly Powered by Nashir ilmi aza.