.MUHAMMAD NASHIR ILMI

.MUHAMMAD NASHIR ILMI
berbagi ilmu tentang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dalam lingkup ingklusi

Minggu, 11 Oktober 2015

KONSEP ASISESMAN KOGNITIF DAN PRESEFSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( ABK )

By Guru Luar Biasa   Posted at  21.25   2 comments
Asesmen Perkembangan Kognitif dan Presefsi

1.       asesmen Perkembangan Kognitif
a.       Konsep asesmen Perkembangan Kognitif dasar
Paling tidak pada masa lalu untuk mengajarkan suatu konsep bidang akademik seperti membaca,  menulis,  dan  matematika,  hampir  tidak  pernah  dilakukan  pengecekan  apakah siswa  yang  akan  mempelajari  konsep  tersebut  sudah  siap  atau  belum.  Padahal  mengajarkan sesuatu kepada siswa yang sudah siap, hasilnya akan lebih baik daripada kepada mereka yang belum  siap.  Dalam  hal-hal  tertentu  siswa  yang  terpaksa  harus  belajar  sesuatu,  padahal  ia sendiri  belum  siap  untuk  memahaminya,  bisa  merusak  perkembangan  mental  anak.  Ibarat seorang bayi yang belum siap berjalan dipaksa untuk bisa berjalan. 
b.      Ruang lingkup asesmen Perkembangan Kognitif
Asesmen  perkembangan  kognitif  dasar  merupakan  salah  satu  jenis  asesmen  yang digunakan untuk menggali informasi tentang keterampilan kognitif dasar yang harus dikuasai siswa  sebelum  siswa  yang  bersangkutan  mempelajari  bidang  akademik  secara  formal, misalnya membaca, menulis, dan matematika. Adapun tujuan asesmen keterampilan kognitif dasar  dalam bahasan ini adalah untuk untuk menghimpun data atau informasi tentang aspek-aspek perkembangan  keterampilan  kognitif  dasar  yang  meliputi  keterampilan mengklasifikasikan, keterampilan mengurutkan obyek satu persatu dan atau menyusun obyek dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya, keterampilan dalam korespondensi, dan  keterampilan  dalam  konservasi.  Dengan  mengetahui    keterampilan  kognitif  dasar  anak baik yang  telah  dikuasai  maupun  yang  belum  dikuasai      anak,  dapat  membantu  guru  dalam memahami perkembangan anak, khususnya dalam keterampilan kognitif dasar.
c.       Defenisi Komponen Kognitif
Piaget    (1965)  dalam  Mercer  & Mercer  (1989:188)  mengemukakan  bahwa  seorang siswa  dikatakan  siap  untuk  belajar  akademik  khususnya  aritmetika,  apabila  ia  telah menguasai  empat  keterampilan  kognitif  dasar,  yang  meliputi:  klasifikasi,  ordering  dan/atau seriasi,  korespondensi,  dan  konservasi.  Berikut  uraian  dari  masing-masing  keterampilan kognitif dasar.
Mengklasifikasikan,  adalah  suatu  kemampuan  mengelompokkan  obyek  berdasarkan karakteristik yang dimiliki obyek tersebut, misalnya: warna, bentuk, atau ukuran. Klasifikasi merupakan salah satu kegiatan intelektual dasar untuk memahami lambing-lambang bilangan yang meliputi persamaan dan perbedaan. Klasifikasi dilakukan dengan cara mengkategorikan obyek-obyek  berdasarkan  karakteristik  yang  dimilikinya.  Dengan  demikian  karakteristik obyek  seperti  warna,  bentuk  dan  ukuran  harus  diketahui  siswa  sebelum  mereka mengelompokkannya.  Seorang  anak  yang  belum  mampu  mengkategorikan  obyek berdasarkan ciri-cirinya maka ia akan sulit untuk mempelajari bilangan.
Mengurutkan  (Ordering)  adalah  suatu  kemampuan  yang  dikuasai  anak  dalam menyusun dan menghitung setiap obyek hanya satu kali secara berurutan, sehingga terdapat proses  keteraturan.  Kemampuan  ordering  mengantarkan  siswa  dalam  menguasai keterampilan  membilang.  Sedangkan  menyeri  (Seriation)  merupakan  kemampuan mengurutkan susunan obyek-obyek berdasarkan karakteristik ukurannya, atau merangkaikan obyek secara berturut-turut berdasarkan ukurannya, misalnya dari yang terkecil sampai yang terbesar,  dari  yang  terpendek  sampai  yang  terpanjang  atau  sebaliknya.  Seriation  merupakan kemampuan  dasar  untuk  mampu  membandingkan,  memahami  lambang  sama  dengan,  tidak sama  dengan,  lebih  kecil,  dan  lebih  besar.  Kemampuan  seriation  menghantarkan  pada pemahaman sifat transitif urutan (jika a = b;  b = c; maka a = c; jika a < b; b < c; maka a < c)
Korespondensi; adalah kemampuan yang menunjuk pada adanya suatu konsep  bahwa jumlah  atau  nilai  sesuatu  obyek  akan  sama  sekalipun  memiliki  karakteristik  yang  berbeda. Artinya siswa memiliki persepsi bahwa suatu obyek akan memiliki nilai yang sama sekalipun karakteristik obyek tersebut berbeda, misalnya: satu baju dan satu celana. Kedua karakteristik obyek tersebut berbeda, namun kedua obyek memiliki nilai atau jumlah yang sama. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menjodohkan  atau memasang-masangkan benda. 
Konservasi  bilangan,  menunjuk  pada  adanya  persepsi  bahwa  jumlah  anggota  suatu kelompok obyek akan tetap sekalipun terjadi perubahan posisi atau tempat.
Keempat  komponen  keterampilan  kognitif  dasar  di  atas  merupakan  prasyarat (prerequisite)  untuk  dapat  belajar  matematika  khususnya  bidang  aritmetika.  Untuk mengetahui  apakah  siswa  telah  memiliki  keempat  komponen  kognitif  dasar  tersebut  atau belum  maka  guru/asesor  perlu  melakukan  tes  yang  meliputi  keempat  unsur  keterampilan kognitif  dasar  tersebut.  Dalam  hal  ini  guru/asesor  memerlukan  instrumen  tes  yang  tepat sehingga dapat memperoleh data yang akurat.
2.       Menyusun Kisi-kisi Instrumen Asesmen Keterampilan kognitif dasar
Untuk  menentukan  instrumen  asesmen  keterampilan  kognitif  dasar,  guru/asesor seyogyanya membuat kisi-kisi instrumen secara menyeluruh baik dalam salah satu komponen tertentu  maupun  seluruh  komponen  dari  kognitif  dasar.  Kisi-kisi  ini  bertujuan  untuk mempermudah dalam membuat soal atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
Setelah  guru/asesor  memahami  secara  komprehensif  tentang  keterampilan  kognitif dasar  baik  pengertiannya  maupun  ruang  lingkupnya,  maka  dengan  mudah  guru/asesor membuat  tabel  kisi-kisi  yang  berisi  kolom-kolom:  1)  keterampilan, 2) subketerampilan,  dan  3)  indikator  .  Untuk  lebih  jelasnya,  berikut  contoh  tabel  kisi-kisi instrumen keterampilan keterampilan kognitif dasar .
CONTOH KISIS KISI INSTRUMEN ASESMEN KOGNITIF
3.       Mengembangkan Butir-butir Instrumen Asesmen Keterampilan Kognitif dasar
Setelah  menyusun  kisi-kisi  instrumen  keterampilan  kognitif  dasar  (seperti  contoh  di atas),  langkah  selanjutnya  adalah  mengembangkan  butir-butir  instrumen  keterampilan kognitif dasar dari kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Sama halnya dengan penyusunan kisi-kisi, pengembangan  butir  soal  dapat  dibuat  dalam  bentuk  daftar  atau  tabel. Butir-butir soal dikembangkan berdasarkan indikator-indikator yang telah dijabarkan dari subkomponen keterampilan  kognitif  dasar  yang  telah  dipahami  baik  pengertiannya  maupun  ruang lingkupnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut ini. 
CONTOH PENGEMBANGAN BUTIR INSTRUMEN ASISMEN KOGNITIF
Berdasarkan  butir-butir  soal  yang  telah  dikembangkan,  guru/asesor  selanjutnya membuat  lembar  kerja  siswa  (LKS).  LKS  ini  berisi  soal atau  tugas-tugas  yang  harus dikerjakan  oleh  siswa  yang  akan  diases.  Dalam  hal  ini  guru/asesor  dituntut  untuk  terampil membuat  pertanyaan-pertanyaan  atau  tugas-tugas  yang  relevan  dengan  informasi-informasi yang akan digali dari siswa yang bersangkutan. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam  membuat  butir-butir  soal  ataupun  LKS, diantaranya  adalah  pertanyaan  atau  tugas hendaknya diberikan dalam kalimat yang sederhana, jelas, tidak berbelit-belit sehingga tidak membingungkan  siswa  yang  sedang  diases. Faktor  kejelasan  ini  sangat  penting  dan  sangat mempengaruhi  cara  kerja  siswa, dan  dari  kerja  siswa  itulah  guru/asesor  akan  memperoleh informasi  yang  diharapkan. Jika  terjadi  ketidakjelasan  dalam  tugas, maka  siswa  tidak  akan bekerja  sesuai  dengan  yang  diharapkan.  Ini  berarti  informasi  yang  digalipun  tidak  relevan, yang  pada  gilirannya  kekuatan  dan  kelemahan,  serta  kebutuhan  siswapun  tidak  dapat diketahui. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut ini.
CONTOH LKS PERKEMBANGAN KOGNITIF DASAR
Nama                    :
Usia                       :
Jenis Kelamin      :
Kelas                     :
Sekolah                :
Alamat Rumah    :

B. asismen perkembangan Presefsi
1.       asesmen Perkembangan Presefsi
a.       Konsep asesmen Perkembangan Presefsi dasar
Asesmen  perkembangan  persepsi  merupakan  suatu  proses  pengumpulan  informasi mengenai aspek-aspek perkembangan persepsi seorang anak  yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan    dalam  merencanakan  suatu  program    pembelajaran  akademik,  seperti membaca, menulis dan matematika. 
Tujuan  asesmen  perkembangan  persepsi  dalam  bahasan  ini  dimaksudkan  untuk menghimpun  informasi  tentang  tahap  perkembangan  persepsi  anak  yang  dapat  membantu guru  dalam  memahami  kemampuan  persepsi  anak  yang  meliputi  persepsi  auditoris,  visual, dan persepsi heptik. 
Asesmen perkembangan persepsi hanya akan bermakna, jika guru mengetahui materi keterampilan  yang  dikembangkan,  dan  tahap-tahap  perkembangan  anak.  Dengan  demikian pemahaman  yang  jelas  tentang  konsep  dasar  perkembangan  persepsi  pada  ABK  merupakan dasar  yang  penting  untuk  dapat  melaksanakan  asesmen  secara  tepat  bagi  mereka, sehingga perlu  dijelaskan  hakikat  perkembangan  persepsi  Anak  Berkebutuhan  Khusus.  Jika  tidak, pelaksanaan asesmen perlu dipertanyakan. 
Persepsi  berasal  dari  istilah  bahasa  Inggris  "Perception" artinya  tanggapan  atau penerimaan  langsung  dari  sesuatu;  daya  memahami  atau  menanggapi  sesuatu;  serapan; proses  seseorang  mengetahui  beberapa  hal  melalui  pancaindranya.  Secara  definisi  Lerner, (1988:282)  mengemukakan  bahwa  persepsi  merupakan  proses  memahami  dan menginterpretasikan  informasi  sensoris  atau  yang  berhubungan  dengan  pancaindra,  atau kemampuan intelek untuk menyarikan makna dari data yang diterima oleh berbagai indra". Dengan demikian untuk memahami proses persepsi terlebih dahulu harus dipahami apa yang disebut dengan pengindraan. 
Rochyadi  &  Alimin  (2005)  mengemukakan  bahwa  pengindraan  sebetulnya merupakan proses fisiologis. Apa yang diindra selanjutnya ditransfer ke otak dan membentuk sebuah  gambaran. Namun  demikian,  hasil  pembentukan  di  otak  tidak  selamanya  memberi gambaran  seperti  apa  yang  diindranya.  Misalnya,  seorang  anak  diminta  untuk  mengamati huruf  /d/, di  samping  huruf  tersebut  berderet  huruf-huruf  seperti.  /p/,  /b/,  /d/,  /a/. Apabila anak dapat menunjukkan huruf /d/ pada deretan huruf-huruf tadi, maka proses persepsi telah terjadi karena ada penafsiran yang sama. Tetapi jika yang ditunjuk adalah huruf /a/, maka yang terjadi hanya proses pengindraan. Sebetulnya anak melihat huruf /d/, tetapi apa yang dilihatnya tidak  membentuk  gambaran  yang  benar.  Secara  fisiologis  ia  tidak  mengalami  gangguan penglihatan, akan tetapi ia tidak dapat menafsirkan obyek yang dilihat dan inilah yang dimaksud mengalami gangguan persepsi. 
Sebagian  ABK  ada  yang  mengalami  gangguan  persepsi  dan  ada  yang  tidak.  Mereka yang  mengalami  gangguan  persepsi  dapat  dipastikan  akan  mengalami  masalah  yang  lebih berat  dibanding  dengan  mereka  yang  tidak  mengalami  gangguan  persepsi.  Dampak  yang paling  nyata  dari  gangguan  persepsi  ini  sering  kali  dirasakan  guru  ketika  mereka  belajar membaca,  menulis,  berhitung,  atau  di  dalam  memahami  orentasi  ruang  maupun  arah. Persepsi  merupakan  keterampilan  yang  dapat  dipelajari,  maka  proses  pembelajaran  dapat memberikan darnpak langsung terhadap kecakapan perseptual. 
b.      Ruang lingkup asesmen Perkembangan persepsi
Adapun  ruang  lingkup  bidang  perkembangan  persepsi  terdiri  dari  tiga  komponen besar  (Abdurahman,  M.  1995)  yaitu:  (1)  persepsi  auditoris  yang  meliputi  kesadaran fonologis, diskriminasi auditoris, ingatan auditoris, urutan auditoris, dan perpaduan auditoris; (2)  persepsi  visual,  yang  meliputi  hubungan  keruangan,  diskriminasi  visual, diskriminasi bentuk  dan  latar, visual  closure, mengenal  obyek, dan  (3)  persepsi  heptik  yang  meliputi persepsi  taktil  dan  kinestetik.  Berikut  penjelasan  singkat  mengenai masing-masing  jenis persepsi. 
c.        Defenisi Komponen Kognitif
Persepsi   Auditoris,   adalah  kemampuan   untuk  memahami   atau menginterpretasikan segala sesuatu yang didengar. Persepsi ini mencakup kemampuan:
(l) Kesadaran  fonologis adalah  kesadaran  bahwa  bahasa  dapat  dipecah  ke  dalam  kata, sukukata, dan fonem (bunyi huruf). 
(2) Diskriminasi Auditoris; Kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda. 
(3) Ingatan Auditoris; kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang didengar. 
(4) Urutan Auditoris; kemampuan mengingat urutan hal-hal yang disarnpaikan secara lisan 
(5)  Perpaduan  Auditoris;  Kemampuan  memadukan  elemen-elemen  fonem  tunggal  atau berbagai fonem menjadi suatu kata yang utuh 
Persepsi   Visual,   merupakan   kemampuan   untuk  memahami  atau menginterpretasikan  segala  sesuatu  yang  dilihat.  Persepsi  visual  mencakup  kemampuan berikut: 
(l) Hubungan keruangan menunjuk pada persepsi tentang posisi berbagai obyek dalam ruang. 
(2)  Diskriminasi  visual menunjuk  pada  kemampuan  membedakan  suatu  obyek  dari  obyek yang lain. 
(3)  Diskriminasi  bentuk-Iatar menunjuk  pada  kemampuan  membedakan  suatu  obyek  dari latar belakang yang mengelilinginya.
(4) Visual closure menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu obyek, meskipun obyek tersebut tidak diperlihatkan secara keseluruhan. 
(5)  Mengenal  obyek menunjuk  pada  kemampuan  mengenal  sifat  berbagai  obyek  pada  saat mereka memandangnya. 
Sedangkan  persepsi  heptik  menunjuk  pada  kemampuan  mengenal  berbagai  obyek melalui modalitas taktil (perabaan) dan kinestetik (gerak). 
(l) Persepsi  taktil;  berkaitan  dengan  sentuhan  atau  rabaan;  atau  kemampuan  mengenal berbagai  obyek  melalui meraba;  mis.  mengidentifikasi  angka  yang  ditulis  di  punggung, membedakan  permukaan  kasar  dari  yang  halus,  mengidentifikasi  jari  mana  yang digunakan untuk meraba 
(2)  Persepsi  kinestetik;  (a)  perasaan  yang  sangat  kompleks  yang  ditimbulkan  oleh rangsangan di otot, urat, dan pergelangan; (b) mempunyai daya menyadari gerakan otot; misalnya  kesadaran  posisi, rasa  tubuh  tentang  kontraksi  otot,  tegangan, dan  relaksasi adalah beberapa contoh dari persepsi kinestetik. 
2.       Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Asesmen Perkembangan Persepsi 
Berdasarkan ruanglingkup materi perkembangan persepsi di atas, langkah selanjutnya adalah  menyusun  kisi-kisi  instrumen  asesmen.  Sebelum  menyusun  kisi-kisi  instrumen asesmen perkembangan persepsi, Anda perlu menetapkan perilaku yang akan diases terlebih dahulu. Dalam hal ini Anda memilih komponen-komponen apa saja yang akan diaseskan dari bidang  perkembangan  persepsi  tersebut.  Misalnya,  sebagai  contoh  kita  menetapkan  dan memilih  komponen "Persepsi  auditoris". Dengan  demikian  pengetahuan  kita  dipusatkan pada  bagaimana  menggali  informasi  tentang  kemampuan  anak  dalam  memahami  atau menginterpretasikan segala sesuatu yang didengarnya.
Sebagaimana  Anda  pelajari  dalam  ruang  lingkup  bidang  perkembangan  persepsi, kemampuan  persepsi  auditoris  terdiri  dari  lima  kemampuan  atau  keterampilan,  yaitu: kesadaran fonologis, diskriminasi auditoris, ingatan auditoris, urutan auditoris, dan perpaduan auditoris. Dengan demikian Anda dituntut untuk memahami secara mendalam tentang sub-sub komponen tersebut, sehingga Anda mampu menjabarkannya dalam bentuk indikator-indikator yang lebih operasional. 
Setelah  Anda  memahaminya,  langkah  selanjutnya  adalah  menyusun  kisi-kisi instrumen asesmen perkembangan persepsi auditoris baik dalam bentuk tabel maupun daftar. Pada  dasamya  tidak  ada  ketentuan  berapa  kolom  yang  kita  perlukan, namun  yang  paling penting kolom-kolom tersebut harus memuat tiga aspek, yaitu: kolom komponen keterampilan yang  akan  diases,  kolom  ruang  lingkup  atau  sub-sub  komponen dari  komponen  ketrampilan yang  akan  diases, serta  kolom  indikator-indikator  yang  akan  mampu  menggali  kemampuan atau keterampilan dari sub-sub komponen tadi.
3.       Mengembangkan Butir-butir Instrumen Asesmen Keterampilan Kognitif dasar

Pengembangan Butir-butir Instrumen Asesmen Perkembangan Persepsi  Setelah menyusun kisi-kisi instrumen perkembangan persepsi (seperti contoh di atas: persepsi auditoris),  langkah  selanjutnya  adalah  mengembangkan  butir-butir  instrumen perkembangan  persepsi  auditoris  dari  kisi-kisi  yang  telah  dibuat  sebelumnya. Sama  halnya dengan penyusunan kisi-kisi instrumen asesmen perkembangan yang lainnya, pengembangan butir  soal  perkembangan  persepsi  dapat  dibuat  dalam  bentuk  daftar  atau  tabel. Butir-butir soal dikembangkan berdasarkan indikator-indikator yang telah dijabarkan dari subkomponen keterampilan/kemampuan,  yang  kemudian  dibuat  lembar  kerja  siswa  (LKS).  Dalam  hal  ini guru/asesor  dituntut  untuk  terampil  membuat  pertanyaan-pertanyaan  atau  tugas-tugas  yang relevan  dengan  informasi-informasi  yang  akan  digali,  yaitu  kemampuan  dalam perkembangan  persepsi  dari  seorang  siswa  .  Ada  beberapa  aspek  yang  perlu  diperhatikan dalam  membuat  butir-butir  soal  ataupun  LKS, diantaranya  adalah  pertanyaan  atau  tugas hendaknya diberikan dalam kalimat yang sederhana, jelas, tidak berbelit-belit sehingga tidak membingungkan  siswa  yang  sedang  diases. Faktor  kejelasan  ini  sangat  penting  dan  sangat mempengaruhi  cara  kerja  siswa, dan  dari  kerja  siswa  itulah  guru/asesor  akan  memperoleh informasi  yang  diharapkan.  Jika  terjadi  ketidakjelasan  dalam  tugas, maka  siswa  tidak  akan bekerja  sesuai  dengan  yang  diharapkan.  Ini  berarti  informasi  yang  digalipun  tidak  relevan, yang  pada  gilirannya  kekuatan  dan  kelemahan,  serta  kebutuhan  siswapun  tidak  dapat diketahui.

Selasa, 06 Oktober 2015

PROSEDUR PRNGRMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN DAN PELAKSANAAN ASISMEN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( ABK )

By Guru Luar Biasa   Posted at  04.47   No comments
PROSEDUR PRNGRMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN DAN PELAKSANAAN ASISMEN

1.       Langkah-langkah penyusunan instrumen asesmen.
Untuk  mendapatkan  data  yang  akurat  dari  siswa  yang  akan diases  diperluka instrumen  yang  memadai.  Rochyadi  &  Alimin  (2005)  mengemukakan  bahwa  ada  beberapa langkah  yang  harus  ditempuh  guru  dalam  penyusunan  instrumen    asesmen.  Langkah penyusunan instrumen yang dimaksud adalah: 1) menetapkan aspek dan ruang lingkup yang akan diases, 2) menetapkan ruang lingkup, yaitu memilih komponen mana dari bidang yang akan    diakses,  3) Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen, dan 4) Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Berikut penjelasan masing-masing langkah.
1)      Memahami aspek dan ruang lingkup yang akan diases.
Merujuk  kepada  ruang  lingkup  asesmen  dalam  pendidikan  bagi  ABK,  guru seyogyanya  memiliki  pemahaman yang komprehensif tentang bidang yang akan diaseskan. Asesmen hanya akan  bermakna, jika guru/asesor mengetahui organisasi materi, jenis keterampilan yang akan  dikembangkan,  serta  tahap-tahap  perkembangan anak.  
Untuk  lebih  memperjelas  pembahasan  mengenai  ruang  lingkup  akan  diambil contoh salah satu ruang lingkup asesmen perkembangan, yaitu: „keterampilan  kognitif dasar‟.  Untuk  memahami  aspek-aspek apa saja yang termasuk  dalam  keterampilan kognitif dasar, maka guru harus mengetahui konsep atau pengertian keterampilan kognitif dasar  itu  sendiri.  Keterampilan  kognitif  dasar  merupakan  suatu  keterampilan  prasyarat untuk  mempelajari  bidang  akademik,  khususnya  dalam  aritmetika.  Merujuk  pada  teori perkembangan  kognitif  dari  Piaget  (1965)  yang  mengemukakan bahwa seorang  siswa dikatakan  siap  untuk  belajar  matematika  khususnya  aritmetika,  apabila  ia  telah menguasai  empat  keterampilan  kognitif  dasar,  yang  meliputi:  klasifikasi,  ordering dan/atau seriasi, korespondensi, dan konservasi.
Berdasarkan  teori  tersebut,  guru/asesor  dapat  mempelajari  masing-masing  dari keempat  komponen  keterampilan kognitif dasar tersebut.  Selanjutnya  dari  tiap-tiap komponen dikembangkan menjadi sub-sub komponen. Dari setiap subkomponen tersebut dapat  dijabarkan  lagi  ke  dalam  sub-sub  komponen  yang  lebih  kecil  yang  memuat indikator-indikator  yang  akan  dijadikan  landasan  dalam  pembuatan  butir-butir  soal dalam  instrumen  asesmen  tersebut.  Untuk  memberikan  gambaran  yang  komprehensif tentang  ruang lingkup bidang  yang akan diases,  penyajian materi dalam bentuk matriks, bagan,  tabel,  atau  daftar  dapat  membantu  pemahaman  guru/asesor  dalam  rangka menyusun instrumen asesmen yang dimaksud. 
2)      Menetapkan  ruang  lingkup,  yaitu  memilih  komponen  mana  dari  bidang  yang  akan diases
Setelah  guru/asesor  memahami  ruang  lingkup  bidang  yang  akan  diases,  langkah selanjutnya  adalah  memilih  komponen/subkomponen  mana  dari  keseluruhan  komponen bidang tersebut untuk ditetapkan sebagai komponen/subkomponen  yang akan diaseskan. Apakah  guru  memilih  salah  satu  komponen  dari  bidang  keterampilan  kognitif  dasar tersebut,  misalnya  komponen  klasifikasi,    atau  memilih  dua  komponen,  yaitu  klasifikasi dan  ordering,  misalnya.  Setelah  guru/asesor  menetapkan  atau  memilih  komponen  mana yang  akan  diases,  langkah  selanjutnya  adalah  menyusun  kisi-kisi  instrumen  asesmen tentang komponen yang dipilih/ditetapkan dari keseluruhan komponen bidang yang akan diases. 
3)      Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen         
Untuk menentukan instrumen asesmen dari keterampilan/subketerampilan tertentu, guru/asesor  seyogyanya  membuat  kisi-kisi  instrumen.  Kisi-kisi  ini  bertujuan untuk  mempermudah  dalam  membuat soal  atau  tugas-tugas  yang  harus  dikerjakan  oleh siswa. Yang  paling  penting  dalam  membuat kisi-kisi instrumen ini adalah pemahaman secara komprehensif tentang  keterampilan/subketerampilan  yang  telah  dipilih/ditetapkan untuk diaseskan, baik pengertiannya maupun ruang lingkupnya. Tidak ada peraturan yang baku  mengenai  penyusunan  kisi-kisi  ini,  namun  berdasarkan  pengalaman penulis,  untuk memudahkan dan memberikan gambaran yang  menyeluruh  sebaiknya  disusun  dalam sebuah  table  atau  daftar.  Tabel  kisi-kisi  ini  yang  berisi  kolom-kolom:  1)  keterampilan, 2) subketerampilan, dan 3) indikator .
4)    Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat    
Setelah  menyusun  kisi-kisi  instrumen,  langkah  selanjutnya  adalah mengembangkan  butir-butir  soal    tentang  keterampilan/subketerampilan    dari  kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Sama halnya dengan penyusunan kisi-kisi, pengembangan butir  soal  dapat  dibuat  dalam  bentuk  daftar  atau  tabel. Butir-butir  soal  dikembangkan berdasarkan  indikator-indikator  yang  telah  dijabarkan  dari  subkomponen/ subketerampilan yang telah dipahami baik pengertiannya maupun ruang lingkupnya.  
2.       Pengembangan  Instrumen Asesmen. 
Untuk dapat mengembangkan instrumen asesmen ada beberapa prosedur atau strategi yang dapat dipilih, yaitu asesmen formal dan asesmen informal. Asesmen formal dilakukan dengan  menggunakan  tes  baku  yang  dilengkapi  dengan  petunjuk  pelaksanaan  tes,  kunci jawaban,  cara  menafsirkan  hasilnya,  dan  alternatif  penanganan  anak  yang  bersangkutan. Penyusunan asesmen formal memerlukan keahlian tinggi, waktu  yang lama, dan biaya  yang besar, karena  harus  didasarkan  atas  validitas  tertentu,  memerlukan  perhitungan  reliabilitas , dan  tiap  butir  soal  perlu  dikalibrasi  untuk  mengetahui  daya  pembeda  dan  derajat kesulitannya. Karena penyusunan instrumen asesmen formal tidak mudah, maka tidak mudah pula  untuk  menemukan  instrumen  asesmen  formal  tersebut.  Oleh  karena  itu  para  ahli  di bidang  pendidikan  bagi  ABK  umumnya  mempercayai  bahwa  asesmen  informal  merupakan cara yang terbaik untuk memperoleh informasi  tentang penguasaan anak  Berbagai observasi tentang  perilaku  anak  sehari-hari  dalam  menyelesaikan  tugasnya  atau  hasil  tes  bidang tertentu  yang  dibuat  oleh  guru  berdasarkan  kurikulum  dapat  menyajikan  informasi  yang sangat  berharga  sebagai  landasan  pelayanan  pengajaran  bagi  ABK.  Yusuf,  M  (2005) mengemukakan  beberapa  jenis  asesmen  informal  yang  dapat  digunakan  guru,  seperti: observasi, analisis  sampel  kerja,  inventori  informal,  daftar  cek,  skala  penilaian,  wawancara, dan kuesioner.
Observasi,    adalah  suatu  strategi  pengukuran  dengan  cara  melakukan  pengamatan langsung terhadap perilaku siswa, misalnya keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan kebiasaan  belajar.  Adapun  teknik  yang  dapat  digunakan  berupa: event  recording (catatan berdasarkan  frekuensi  kejadian), duration  recording  (mencatat    perilaku  berdasarkan lamanya  kejadian),  interval  time  sample  recording  (mencatat  hasil  amatan  berdasarkan interval  waktu  kejadian).  Agar  pelaksanaan  observasi  ini    efisien  dan  akurat,  perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1) tentukan perilaku yang akan diamati, 2) perilaku harus dapat diamati  dan  diukur,  3)  tentukan  waktu  dan  tempat,  4)  sediakan  form catatan,  dan  5)  cara pengukuran. Analisis  sampel  kerja,  merupakan  jenis  pengukuran  informal  dengan  menggunakan 
sample pekerjaan siswa, misalnya hasil tes, karangan, karya seni, respon lisan. Ada beberapa tipe analisis sample kerja, yaitu: analisis kesalahan dari suatu tugas dan  analisis respon, baik respon yang benar maupun yang  salah.
Analisa  Tugas,  lebih  banyak  digunakan  untuk  pengukuran  maupun  perencanakan pengajaran. Analisa tugas merupakan proses pemisahan, pengurutan, dan penguraian sebuah komponen  penting  dari  semua  tugas.  Analisa  tugas  umumnya  digunakan  dalam  bidang menolong diri sendiri. Misalnya tugas menyetrika baju/dari tahapan-tahapan yang dilakukan anak. Infentori  Informal,  biasanya  digunakan  untuk  melihat  prestasi  siswa  dalam  bidang akademik.  Meskipun  demikian  dapat  pula  digunakan  untuk  mengukur  aspek-aspek  non akademik,  seperti  kebiasaan  dan  perilaku  social.  Inventory  informal  memberikan  jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya lebih umum, seperti sejauh mana kemampuan membaca siswa? Dari pertanyaan umum ini dijabarkan ke dalam beberapa bagian yang dapat diuji, seperti dalam pengenalan atau pemahaman bacaan. 
Daftar  Cek,  biasanya  digunakan  untuk  meneliti  perilaku  siswa  di  dalam  kelas,  atau patokan-patokan  perkembangan.  Daftar  cek  dapat  juga  untuk  mengetahui  apa  yang  sudah dicapai  pada  masa  lalu,  kinerja  siswa  di  luar  sekolah,  kurikulum  yang  sudah  dicapai  dan sebagainya. 
Skala penilaian, memungkinkan diperolehnya informasi tentang opini dan penilaian, bukan  laporan  perilaku  yang dapat  diamati.  Misalnya  sikap  terhadap  suatu  obyek,  persepsi anak mengenai pengasuhan orang tua, konsep diri anak dan sebagainya.
Kuisioner,  biasanya  berupa  instrumen  tertulis,  sedangkan  wawancara  dilakukan secara lisan. Keduanya dapat disusun secara sistematis atau secara terbuka. Wawancara dan kuisioner  merupakan  salah  satu  teknik  asesmen  yang  cukup  tepat  untuk  menghimpun informasi seseorang termasuk informasi masa lalu, seperti pengalaman masa kecil, kebiasaan di rumah, sejarah perkembangan anak dan sebagainya.   
Berdasarkan  beberapa  strategi/teknik  dalam  melakukan  asesmen  seperti  tersebut  di atas,  dapat  disusun  suatu  skala  pengukuran  terhadap  aspek  tertentu.  Selanjutnya  Yusuf M.(2005) mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria  yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan skala pengukuran: 
1.  Aspek apa yang akan diukur 
2.  Rumuskan definisi konsep dan operasional 
3.  Sebutkan indiktor dari aspek yang diukur 
4.  Susun daftar pertanyaan 
5.  Pilih tehnik/strategi yang akan digunakan.

3.       Metode dan Teknik  Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
metode  atau  cara  yang  dapat  digunakan  dalam melaksanakan asesmen antara lain:
a.       Observasi,  pengamatan  yang  dilakukan  terhadap  cara  belajar  siswa,  tingkah    laku  yang muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya
b.      Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada setiap bidang pengajaran.
c.       Wawancara, dilakukan terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa. 

Sedangkan  teknik  yang  digunakan  untuk  mengumpulkan  data  yang  diharapkan  melalui metode di atas adalah:
a.       Ceklis, yaitu memberikan tanda pada bagian-bagian yang telah ditentukan pada pedoman sesuai dengan kemampuan anak.
b.      Skala nilai, yaitu bentuk penilaian yang mengarah pada kemampuan atau prestasi belajar
siswa.

Adapun bentuk laporan hasil pelaksanaan asesmen dapat berupa:
a.       grafik, yaitu untuk menggambarkan posisi setiap siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
b.      Data  kualitatif,  yaitu  deskripsi  singkat  tentang  kemampuan  siswa  dalam  belajar  untuk setiap bidang studi
c.       Data kuantitatif, yaitu data berupa angka. Supaya tidak menyesatkan, data kuantitatif ini hendaknya selalu diiringi dengan data kualitatif.

Ada beberapa persyaratan dalam menentukan metode asesmen, yaitu :
a.       Autentik, perilaku nyata dalam setting nyata
b.      Konvergen, sumber informasi yang beragam 
c.       Kolaborasi, dilakukan bersama, terutama sekali dengan pengasuh 
d.      Equity, mampu mengakomodasi kebutuhan khusus anak
e.      Sensivitas, dapat memasukan materi yang cukup untuk perencanaan keputusan 
f.        Kongruen,  ada  kesamaan  prosedur  yang  diterapkan,  baik  dalam  pengembangan  maupun evaluasinya.
Terdapat  beberapa  hal  yang  perlu  dipertimbangkan    di  dalam  melakukan  asesmen  sebagaimana Mary, A.Falvey, (1986) mengemukakan tentang kapan, dimana, dan bagaimana asesmen itu dilakukan.
Untuk  menentukan  program  pembelajaran  yang  relevan  dan  fungsional  bagi  anak, asesmen  seyogyanya  dilakukan  secara  terus  menerus  (kontinyu).  Dengan  cara  ini  asesmen dapat  memfasilitasi  belajar  anak  dan  keterampilan  yang  diperoleh  dari  hasil  belajar  akan menjadi fungsional
Untuk melihat bagaimana perilaku anak, asesmen hendaknya dilakukan dalam situasi alamiah (seperti di  rumah, di dalam kelas, di kantin, di asrama, dsb. di mana anak tinggal). Proses  asesmen  pada  situasi  alamiah  ini  penting  untuk  melihat  perilaku  nyata  anak  dalam
berbagai ragam situasi/lingkungan. 
Metode  dan  teknik  harus  menjadi  pertimbangan di dalam  melakukan asesmen. Beberapa  teknik  dapat  digunakan  dalam  melakukan  asesmen,  di  antaranya:  observasi, wawancara, tes, dan inventori. Namun demikian, observasi dan wawancara  yang mendalam banyak  membantu  menggali  kemampuan,  masalah,  dan  kebutuhan  anak.    Observasi  sangat berguna  untuk  melihat  kemampuan  dan  keterampilan    anak  dalam  situasi/lingkungan  yang alamiah. Perilaku itu muncul tanpa ada intervensi dan manipulasi dari guru. Melalui lembar observasi  guru  hanya  menandai  atau  menceklis  setiap  perilaku  yang  muncul  (mis.:  tidak pernah,  kadang-kadang,  sering,  atau  sering  sekali),  sehingga  akan  tampak  perilaku  yang menjadi  masalah  pada  anak  tersebut.    Data  yang  dikumpulkan    dari  kegiatan  observasi mungkin  berkaitan  erat  dengan    manusia,  material,  atau  benda,  dan  berbagai  situasi  yang berhubungan  dengan  anak.    Berdasarkan  hasil  observasi,  guru  dapat  mengembangkan program    pengembangngan  perilaku  yang  bersifat  negatif  ke  arah  perilaku  yang  bersifat positif.

4.       Prosedur Pelaksanaan Asesmen
Sebagaimana telah dijelaskan mengenai ruang lingkup materi keterampilan yang akan diases, asesmen juga pada akhirnya akan menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa secara  individu.  Dan  bagaimana  cara  guru  mengajar  siswa  sehingga  memperoleh  kemajuan yang optimal. 
Pada hakikatnya guru mempunyai tugas untuk membantu individu agar dapat belajar. secara baik dan memperoleh hasil yang optimal (sesuai dengan kemampuannya). Oleh karena itu,  dalam  merencanakan  program  pengajaran,  guru  hendaknya  memperhatikan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh siswa baik yang bersifat inter individual maupun yang bersifat intra  individual.  Hal  ini  sangat  penting  bagi  ABK  yang  perbedaan  individualnya  sangat nampak. Perbedaan-perbedaan itu dapat diketahui melalui kegiatan asesmen.
Untuk  menentukan  apa  yang  harus  diajarkan  kepada  siswa  secara  individu,  ada beberapa langkah/urutan yang harus diperhatikan. Mercer & Mercer (1989:38) menyarankan sebagai berikut:
1) Determine scope and sequence of skills to be taught, 2) decide what behavior to  asses,  3)  select  an  evaluation  activity,  4)  administer  the  evaluation  device,  5) record the student’s performance, 6) determine the specific short- and  long  range  instructional objectives.

Pernyataan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut, Pertama, menentukan skop atau bidang  dan  urutan  keterampilan  yang  akan  diajarkan.  Untuk  dapat  melaksanakan  hal  ini dengan  efektif,  maka  guru  harus  memahami  tingkatan  kemampuan  siswa  dalam  bidang-bidang pengajaran tertentu. Hal ini perlu dilakukan mengingat kemampuan antara siswa yang satu  dengan  yang  lainnya  berbeda-beda.  Guru  umumnya  dapat  mengetahui  dengan  jelas keterampilan-keterampilan  yang  telah  dikuasai  oleh  siswa  dan  keterampilan  yang  perlu dikuasainya. Melalui analisis tugas biasanya guru dapat mengidentifikasi keterampilan siswa sampai kepada bagian-bagian yang terkecil. 
Kedua,  Memilih  tingkah  laku  yang  akan  dinilai.  Penilaian  tingkah  laku  dimulai  dari tingkat  yang  paling  global  sampai  pada  tingkat  yang  paling  spesifik.  Tingkah  laku  global yaitu penggradasian  materi  kurikulum  yang  melibatkan  tingkah  laku  siswa  dalam  rentang keterampilan  yang  luas.  Misalnya  dalam  bidang  membaca  meliputi:  keterampilan  mengenal huruf dan kata, pemahaman kata, dan mungkin pemahaman wacana. Sedangkan tingkah lakuyang spesifik  mengacu  pada  penentuan  secara  langsung  tujuan  pengajaran,  misalnya:  siswa perlu belajar bunyi vokal pendek.

Ketiga,  memilih  kegiatan  evaluasi.  Dalam  hal  ini  guru  perlu  mempertimbangkan apakah  kegiatan  itu  untuk  menilai  rentang  keteampilan  umum  atau  untuk  menilai keterampilan  khusus.  Apabila  penilaian  tentang  rentang  keterampilan  dibutuhkan  maka  hal itu umumnya dilakukan tidak secara kontinyu. Misalnya dua kali dalam setahun. Akan tetapi penilaian  keterampilan  khusus  sebaiknya  bersifat  kontinyu  yang  hasilnya  dapat  digunakan untuk merencanakan berikutnya
Keempat, pengadministrasian alat evaluasi. Pengadministrasian alat evaluasi biasanya diperlukan  untuk  penilaian  awal.  Kegiatan  ini  meliputi  identifikasi  bidang  masalah, pencatatan  pola  kesalahan,  penilaian  keterampilan  tertentu.  Setelah  penilaian  awal dilaksanakan  dan  tujuan-tujuan  pengajaran  ditentukan,  maka  selanjutnya  guru  juga  perlu menentukan prosedur untuk memonitoring kemajuan. 
Kelima,  pencatatan  penampilan  siswa.  Ada  dua  jenis  penampilan  siswa  yang  harus dicatat oleh guru, yaitu penampilan pekerjaan pada sehari-hari yang biasanya dicatat dengan aktivitas buatan guru; dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan yang biasanya dicatat dalam  bagan-bagan  atau  format  kemajuan  setiap  individu  yang  telah  disediakan  untuk keperluan tersebut.

Keenam, penentuan  tujuan  pengajaran  khusus  jangka  pendek  dan  jangka  panjang. Tujuan  yang  baik  adalah  tujuan  yang  dapat  mengamati  tingkah  laku  yang  terjadi  dan menggambarkan  kriteria  penilaian  yang  berhasil.  Contoh:  tujuan  jangka  pendek  memberi materi  berupa  huruf-huruf  konsonan  seperti:  b,  c,  d,  e,  f,  g  dan  seterusnya.  Tujuan  jangka panjang  memberikan  materi  berupa  rangkaiana  huruf  vokal  dan  konsonan,  siswa  dapat menyebutkan  90%  fonem  yang  benar.  Dalam  hal  ini  yang  penting  adalah  bahwa  tujuan jangka  pendek  hendaknya  langsung  memberi  kontribusi  terhadap  pencapaian  tujuan  jangka panjang.

Pelaksanaan Identifikasi dan Tindaklanjut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

By Guru Luar Biasa   Posted at  04.45   1 comment
PELAKSANAAN IDENTIFIKASI DAN TINDAK LANJUT


A. Pelaksanaan Indetifikasi
     Ada beberapa langkah identifikasi anak berkebutuhan khusus. Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out, maka sekolah yang bersangkutan perlu melakukan pendataan di masyarakat kerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat dan posyandu Jika pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
      Untuk anak-anak yang sudah masuk dan menjadi siswa di sekolah, indentifikasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghimpun Data Anak
          Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasarkan gejala yang nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (AIABK). Lihat Format 3 terlampir.

2. Menganalisis Data dan Mengklasifikasikan Anak
          Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong Anak Berkebutuhan Khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Buatlah daftar nama anak yang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri. Jika ada anak yang memenuhi syarat untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dimasukkan ke dalam daftar nama-nama anak yang berindikasi kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan seperti terlampir (Lihat Format 4). Sedangkan untuk anak-anak yang tidak menunjukan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar khusus tersebut.

3. Menginformasikan Hasil Analisis dan Klasifikasi
          Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru dilaporkan kepada Kepala Sekolah, orang tua siswa, dewan komite sekolah  untuk mendapatkan saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.

4. Menyelenggarakan Pembahasan Kasus (case conference)
          Pada tahap ini, kegiatan dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah setelah data Anak Berkebutuhan Khusus terhimpun dari seluruh kelas. Kepala Sekolah dapat melibatkan: (1) Kepala Sekolah sendiri; (2) Dewan Guru; (3) orang tua/wali siswa; (4) tenaga profesional terkait, jika tersedia dan memungkinkan; (5) Guru Pembimbing/Pendidikan Khusus (Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan.
          Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil indentifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara-cara pencegahan serta penanggulangannya.

5. Menyusun Laporan Hasil Pembahasan Kasus
          Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus. Format hasil pertemuan kasus dapat menggunakan contoh seperti pada lampiran (Lihat Format 5).

B. Tindak Lanjut Kegiatan Indentifikasi
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan indentifikasi anak berkelaian untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Asesmen:
Asesmen merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang telah teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus. Kegiatan asesmen dapat dilakukan oleh guru, orang tua (untuk beberapa hal), dan tenaga profesional lain yang tersedia sesuai dengan kompetensinya. Kegiatan asesmen meliputi beberapa bidang, antara lain:
a. Asesmen akademik:
Asesmen akademik sekurang-kurangnya meliputi  3 aspek yaitu  kemampuan membaca,  menulis dan berhitung.
b.  Asesmen sensoris dan motorik:
Asesmen sensoris untuk mengetahui gangguan penglihatan, pendengaran. Sedangkan asesmen motorik untuk mengetahui gangguan motorik kasar, motorik halus, keseimbangan dan lokomotor  yang dapat mengganggu pembelajaran bidang lain.
c.  Asesmen psikologis, emosi dan sosial
Asesmen psikologis dapat digunakan untuk mengetahui potensi intelektual dan kepribadian anak. Juga dapat diperluas dengan tingkat emosi dan sosial anak.
       Ada bagian-bagian tertentu yang dalam pelaksanaan asesmen membutuhkan tenaga professional sesuai dengan kewenangannya. Guru dapat membantu dan memfasilitasi terselenggaranya asesmen tersebut sesuai dengan kemampuan orangtua dan sekolah.

2.   Perencanaan Pembelajaran
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: menganalisis hasil asesmen untuk kemudian dideskripsikan, ditentukan penempatan untuk selanjutnya,  dibuatkan program pembelajaran berdasarkan hasil asesmen
    Langkah selanjutnya menganalisis kurikulum, dengan menganalisis kurikulum maka kita dapat memilah bidang studi yang perlu ada penyesuaian. Hasil analisis kurikulum ini kemudian diselaraskan dengan program hasil esesmen sehingga tersusun sebuah program yang utuh yang berupa Program Pembelajaran Individual (PPI).
    Penyusunan PPI dilakukan dalam sebuah tim yang sekurang-kurangnya terdiri dari guru kelas dan mata pelajaran, kepala sekolah, orang tua/wali serta guru pembimbing khusus. Pertemuan perlu dilakukan untuk menentukan kegiatan yang sesuai dengan anak serta penentuan tugas dan tanggung jawab pelaksanaan kegiatan.

   
3.  Pelaksanaan Pembelajaran
    Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan di kelas regular sesuai dengan rancangan yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan melalui individualisasi pengajaran artinya; anak belajar pada topik yang sama  waktu dan ruang yang sama, namun dengan materi yang berbeda-beda.  Cara lain proses pembelajaran dilakukan secara individual artinya anak diberi layanan secara individual dengan bantuan guru khusus. Proses ini dapat dilakukan jika dianggap memiliki rentang materi/keterampilan yang sifatnya mendasar (prerequisit). Proses layanan ini dapat dilakukan secara terpisah atau masih  kelas tersebut sepanjang tidak mengganggu situasi belajar secara keseluruhan

4.  Pemantauan Kemajuan Belajar dan Evaluasi

    Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan atau bahkan kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus dipertahankan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai materi, pendekatan, maupun media yang digunakan anak yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari putus sekolah.

Konsep Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK )

By Guru Luar Biasa   Posted at  04.43   No comments
KONSEP IDENTIFIKASI


A. Aspek yang Perlu Diidentifikasi

       Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
       Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi seseorang, apakah pertumbuhan dan perkembangannya mengalami kelainan/penyimpangan atau tidak. Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra, (2), Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Anak Tunalaras, (6) Anak lamban belajar, (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, (8) Anak Autis (9) Anak Berbakat, (10). Anak ADHD ( gangguan perhatian dan hiperaktif).
       Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tegolong ABK atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya. Sedangkan langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus secara lebih mendalam yang sering disebut assesmen yang apabila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.



B.  Tujuan Identifikasi

    Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (pisik, intelektual, sosial, emosional). Disebut mengalami kelainan/penyimpangan tentunya jika dibandingkan dengan anak lain yang sebaya dengannya. Hasil dari identifkasi akan dilanjutkan dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
    Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan,yaitu:
1) Penjaringan (screening),
2) Pengalihtanganan (referal),
3) Klasifikasi,
4) Perencanaan pembelajaran, dan
5) Pemantauan kemajuan belajar.

Adapun penjelasan dari kegiatan tersebut sebagai berikut:
1.  Penjaringan (screening)
    Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. Contoh alat identifikasi terlampir. Pada tahap ini identifikasi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga tergolong Anak Berkebutuhan Khusus.
     Dengan alat identifikasi ini guru, orangtua, maupun tenaga profesional terkait, dapat melakukan kegiatan penjaringan secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan lebih lanjut.

2.  Pengalihtanganan (referal),
    Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Pertama, ada Anak yang perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.
    Kedua, ada anak yang perlu dikonsultasikan keahlian lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan therapis,  kemudian ditangani oleh guru.
    Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga profesional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referal). Bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pendidikan Khusus (Guru PLB) atau konselor.
   
3.  Klasifikasi
    Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ketenaga profesional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.
    Apabila berdasar pemeriksaan tenaga profesional ditemukan masalah yang perlu penangan lebih lanjut (misalnya pengobatan, terapi, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan atau memberi terapi sendiri, melainkan memfasilitasi dan meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya  memberi pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan kekelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.
   
4. Perencanaan pembelajaran
    Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi  (tingkat kelainan) anak berkebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran  yang berbeda satu sama lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusif.

5.  Pemantauan kemajuan belajar
          Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau kembali.  Beberapa hal yang perlu ditelaah  apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, begitu pula dengan Program Pembelajaran Individual (PPI) serta  metode pembelajaran yang digunakan sesuai atau tidak dll
          Sebaliknya, apabila intervensi yang diberikan menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan maka pemberian layanan atau intervensi diteruskan dan dikembangkan
          Dengan lima tujuan khusus diatas, indentifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan atau bekerja sama dengan tenaga professional yang dekat dengan masalah yang dihadapi anak.

C. Sasaran Indentifikasi
     Secara umum sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangakan secara khusus (operasional), sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir), melakukan penjaringan terhadap seluruh peserta didik yang ada di sekolah tersebut untuk menemukan anak-anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring melalui proses identifikasi, perlu dilakukan langkah-langkah untuk pemberian bantuan pendidikan khusus sesuai kebutuhannya.
2. Anak yang baru masuk di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir) melakukan penjaringan terhadap seluruh murid baru (peserta didik baru) untuk menemukan apakah di antara mereka terdapat ABK yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring melalui proses identifikasi ini, perlu diberikan tindakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Anak yang belum/tidak bersekolah
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi sederhana, dan/atau bekerjasama dengan Kepala Desa/Kelurahan, atau  Ketua RW dan RT setempat, melakukan pendataan anak berkebutuhan khusus usia sekolah di lingkungan setempat yang belum bersekolah.  Anak berkebutuhan khusus usia sekolah yang belum bersekolah dan terjaring melalui pendataan ini, dilakukan langkah-langkah untuk pemberian tindakan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.

D. Petugas Indetifikasi
   Untuk mengindentifikasi seorang anak apakah tergolong Anak Berkebutuhan Khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru kelas;
2. Guru Mata pelajaran/Guru BK
3. Guru Pendidikan Khusus
4. Orang tua anak; dan atau
5. Tenaga profesional terkait.

Back to top ↑
Connect with Us

© 2015 PLB UNLAM KALSEL. WP MUHAMMAD NASHIR ILMI Converted by PLB UNLAM
Blogger. Proudly Powered by Nashir ilmi aza.