Asesmen Perkembangan Kognitif dan Presefsi
1.
asesmen Perkembangan Kognitif
a. Konsep
asesmen Perkembangan Kognitif dasar
Paling tidak
pada masa lalu untuk mengajarkan suatu konsep bidang akademik seperti membaca, menulis,
dan matematika, hampir
tidak pernah dilakukan
pengecekan apakah siswa yang
akan mempelajari konsep
tersebut sudah siap
atau belum. Padahal
mengajarkan sesuatu kepada siswa yang sudah siap, hasilnya akan lebih baik
daripada kepada mereka yang belum
siap. Dalam hal-hal
tertentu siswa yang
terpaksa harus belajar
sesuatu, padahal ia sendiri
belum siap untuk
memahaminya, bisa merusak
perkembangan mental anak.
Ibarat seorang bayi yang belum siap berjalan dipaksa untuk bisa
berjalan.
b. Ruang
lingkup asesmen Perkembangan Kognitif
Asesmen perkembangan
kognitif dasar merupakan
salah satu jenis
asesmen yang digunakan untuk
menggali informasi tentang keterampilan kognitif dasar yang harus dikuasai siswa sebelum
siswa yang bersangkutan
mempelajari bidang akademik
secara formal, misalnya membaca,
menulis, dan matematika. Adapun tujuan asesmen keterampilan kognitif dasar dalam bahasan ini adalah untuk untuk
menghimpun data atau informasi tentang aspek-aspek perkembangan keterampilan
kognitif dasar yang
meliputi keterampilan mengklasifikasikan,
keterampilan mengurutkan obyek satu persatu dan atau menyusun obyek dari yang
terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya, keterampilan dalam
korespondensi, dan keterampilan dalam
konservasi. Dengan mengetahui
keterampilan kognitif dasar
anak baik yang telah dikuasai
maupun yang belum
dikuasai anak, dapat
membantu guru dalam memahami perkembangan anak, khususnya dalam
keterampilan kognitif dasar.
c. Defenisi
Komponen Kognitif
Piaget (1965)
dalam Mercer & Mercer
(1989:188) mengemukakan bahwa
seorang siswa dikatakan siap
untuk belajar akademik
khususnya aritmetika, apabila
ia telah menguasai empat
keterampilan kognitif dasar,
yang meliputi: klasifikasi,
ordering dan/atau seriasi, korespondensi, dan
konservasi. Berikut uraian
dari masing-masing keterampilan kognitif dasar.
Mengklasifikasikan, adalah
suatu kemampuan mengelompokkan obyek
berdasarkan karakteristik yang dimiliki obyek tersebut, misalnya: warna,
bentuk, atau ukuran. Klasifikasi merupakan salah satu kegiatan intelektual
dasar untuk memahami lambing-lambang bilangan yang meliputi persamaan dan
perbedaan. Klasifikasi dilakukan dengan cara mengkategorikan obyek-obyek berdasarkan
karakteristik yang dimilikinya.
Dengan demikian karakteristik obyek seperti
warna, bentuk dan
ukuran harus diketahui
siswa sebelum mereka mengelompokkannya. Seorang
anak yang belum
mampu mengkategorikan obyek berdasarkan ciri-cirinya maka ia akan
sulit untuk mempelajari bilangan.
Mengurutkan (Ordering)
adalah suatu kemampuan
yang dikuasai anak
dalam menyusun dan menghitung setiap obyek hanya satu kali secara
berurutan, sehingga terdapat proses
keteraturan. Kemampuan ordering
mengantarkan siswa dalam
menguasai keterampilan
membilang. Sedangkan menyeri
(Seriation) merupakan kemampuan mengurutkan susunan obyek-obyek
berdasarkan karakteristik ukurannya, atau merangkaikan obyek secara
berturut-turut berdasarkan ukurannya, misalnya dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari
yang terpendek sampai
yang terpanjang atau
sebaliknya. Seriation merupakan kemampuan dasar
untuk mampu membandingkan, memahami
lambang sama dengan,
tidak sama dengan, lebih
kecil, dan lebih
besar. Kemampuan seriation
menghantarkan pada pemahaman
sifat transitif urutan (jika a = b; b =
c; maka a = c; jika a < b; b < c; maka a < c)
Korespondensi;
adalah kemampuan yang menunjuk pada adanya suatu konsep bahwa jumlah
atau nilai sesuatu
obyek akan sama
sekalipun memiliki karakteristik
yang berbeda. Artinya siswa
memiliki persepsi bahwa suatu obyek akan memiliki nilai yang sama sekalipun karakteristik
obyek tersebut berbeda, misalnya: satu baju dan satu celana. Kedua
karakteristik obyek tersebut berbeda, namun kedua obyek memiliki nilai atau
jumlah yang sama. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menjodohkan atau memasang-masangkan benda.
Konservasi bilangan,
menunjuk pada adanya
persepsi bahwa jumlah
anggota suatu kelompok obyek akan
tetap sekalipun terjadi perubahan posisi atau tempat.
Keempat komponen
keterampilan kognitif dasar
di atas merupakan
prasyarat (prerequisite)
untuk dapat belajar
matematika khususnya bidang
aritmetika. Untuk mengetahui apakah
siswa telah memiliki
keempat komponen kognitif
dasar tersebut atau belum
maka guru/asesor perlu
melakukan tes yang
meliputi keempat unsur
keterampilan kognitif dasar tersebut.
Dalam hal ini
guru/asesor memerlukan instrumen
tes yang tepat sehingga dapat memperoleh data yang
akurat.
2.
Menyusun Kisi-kisi Instrumen Asesmen
Keterampilan kognitif dasar
Untuk
menentukan instrumen asesmen
keterampilan kognitif dasar,
guru/asesor seyogyanya membuat kisi-kisi instrumen secara menyeluruh
baik dalam salah satu komponen tertentu
maupun seluruh komponen
dari kognitif dasar.
Kisi-kisi ini bertujuan
untuk mempermudah dalam membuat soal atau tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa.
Setelah guru/asesor
memahami secara komprehensif
tentang keterampilan kognitif dasar baik
pengertiannya maupun ruang
lingkupnya, maka dengan
mudah guru/asesor membuat tabel
kisi-kisi yang berisi
kolom-kolom: 1) keterampilan, 2) subketerampilan, dan
3) indikator .
Untuk lebih jelasnya,
berikut contoh tabel
kisi-kisi instrumen keterampilan keterampilan kognitif dasar .
CONTOH KISIS KISI INSTRUMEN ASESMEN KOGNITIF
3.
Mengembangkan Butir-butir Instrumen Asesmen
Keterampilan Kognitif dasar
Setelah menyusun
kisi-kisi instrumen keterampilan
kognitif dasar (seperti
contoh di atas), langkah
selanjutnya adalah mengembangkan
butir-butir instrumen keterampilan kognitif dasar dari kisi-kisi
yang telah dibuat sebelumnya. Sama halnya dengan penyusunan kisi-kisi,
pengembangan butir soal
dapat dibuat dalam
bentuk daftar atau
tabel. Butir-butir soal dikembangkan berdasarkan indikator-indikator
yang telah dijabarkan dari subkomponen keterampilan kognitif
dasar yang telah
dipahami baik pengertiannya
maupun ruang lingkupnya. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut ini.
CONTOH PENGEMBANGAN BUTIR INSTRUMEN ASISMEN
KOGNITIF
Berdasarkan butir-butir
soal yang telah
dikembangkan, guru/asesor selanjutnya membuat lembar
kerja siswa (LKS).
LKS ini berisi
soal atau tugas-tugas yang
harus dikerjakan oleh siswa
yang akan diases.
Dalam hal ini
guru/asesor dituntut untuk
terampil membuat
pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas
yang relevan dengan
informasi-informasi yang akan digali dari siswa yang bersangkutan. Ada
beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
membuat butir-butir soal
ataupun LKS, diantaranya adalah
pertanyaan atau tugas hendaknya diberikan dalam kalimat yang
sederhana, jelas, tidak berbelit-belit sehingga tidak membingungkan siswa
yang sedang diases. Faktor kejelasan
ini sangat penting
dan sangat mempengaruhi cara
kerja siswa, dan dari
kerja siswa itulah
guru/asesor akan memperoleh informasi yang
diharapkan. Jika terjadi ketidakjelasan dalam
tugas, maka siswa tidak
akan bekerja sesuai dengan
yang diharapkan. Ini
berarti informasi yang
digalipun tidak relevan, yang
pada gilirannya kekuatan
dan kelemahan, serta
kebutuhan siswapun tidak
dapat diketahui. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut ini.
CONTOH LKS PERKEMBANGAN KOGNITIF DASAR
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Sekolah :
Alamat Rumah :
B. asismen perkembangan Presefsi
1.
asesmen Perkembangan Presefsi
a.
Konsep asesmen Perkembangan Presefsi dasar
Asesmen perkembangan
persepsi merupakan suatu proses
pengumpulan informasi mengenai
aspek-aspek perkembangan persepsi seorang anak
yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan suatu program
pembelajaran akademik, seperti membaca, menulis dan matematika.
Tujuan asesmen
perkembangan persepsi dalam
bahasan ini dimaksudkan
untuk menghimpun informasi tentang
tahap perkembangan persepsi
anak yang dapat
membantu guru dalam memahami
kemampuan persepsi anak
yang meliputi persepsi
auditoris, visual, dan persepsi
heptik.
Asesmen
perkembangan persepsi hanya akan bermakna, jika guru mengetahui materi keterampilan yang
dikembangkan, dan tahap-tahap
perkembangan anak. Dengan
demikian pemahaman yang jelas
tentang konsep dasar
perkembangan persepsi pada
ABK merupakan dasar yang
penting untuk dapat
melaksanakan asesmen secara
tepat bagi mereka, sehingga perlu dijelaskan
hakikat perkembangan persepsi
Anak Berkebutuhan Khusus.
Jika tidak, pelaksanaan asesmen
perlu dipertanyakan.
Persepsi berasal
dari istilah bahasa
Inggris "Perception"
artinya tanggapan atau penerimaan langsung
dari sesuatu; daya
memahami atau menanggapi
sesuatu; serapan; proses seseorang
mengetahui beberapa hal
melalui pancaindranya. Secara
definisi Lerner, (1988:282) mengemukakan
bahwa persepsi merupakan
proses memahami dan menginterpretasikan informasi
sensoris atau yang
berhubungan dengan pancaindra,
atau kemampuan intelek untuk menyarikan makna dari data yang diterima
oleh berbagai indra". Dengan demikian untuk memahami proses persepsi
terlebih dahulu harus dipahami apa yang disebut dengan pengindraan.
Rochyadi &
Alimin (2005) mengemukakan
bahwa pengindraan sebetulnya merupakan proses fisiologis. Apa
yang diindra selanjutnya ditransfer ke otak dan membentuk sebuah gambaran. Namun demikian,
hasil pembentukan di otak tidak
selamanya memberi gambaran seperti
apa yang diindranya.
Misalnya, seorang anak
diminta untuk mengamati huruf /d/, di
samping huruf tersebut
berderet huruf-huruf seperti.
/p/, /b/, /d/,
/a/. Apabila anak dapat menunjukkan huruf /d/ pada deretan huruf-huruf
tadi, maka proses persepsi telah terjadi karena ada penafsiran yang sama.
Tetapi jika yang ditunjuk adalah huruf /a/, maka yang terjadi hanya proses
pengindraan. Sebetulnya anak melihat huruf /d/, tetapi apa yang dilihatnya tidak membentuk
gambaran yang benar.
Secara fisiologis ia
tidak mengalami gangguan penglihatan, akan tetapi ia tidak
dapat menafsirkan obyek yang dilihat dan inilah yang dimaksud mengalami
gangguan persepsi.
Sebagian ABK
ada yang mengalami
gangguan persepsi dan
ada yang tidak.
Mereka yang mengalami gangguan
persepsi dapat dipastikan
akan mengalami masalah
yang lebih berat dibanding
dengan mereka yang
tidak mengalami gangguan
persepsi. Dampak yang paling
nyata dari gangguan
persepsi ini sering
kali dirasakan guru
ketika mereka belajar membaca, menulis,
berhitung, atau di
dalam memahami orentasi
ruang maupun arah. Persepsi merupakan
keterampilan yang dapat
dipelajari, maka proses
pembelajaran dapat memberikan
darnpak langsung terhadap kecakapan perseptual.
b.
Ruang lingkup asesmen Perkembangan persepsi
Adapun ruang
lingkup bidang perkembangan
persepsi terdiri dari
tiga komponen besar (Abdurahman,
M. 1995) yaitu:
(1) persepsi auditoris
yang meliputi kesadaran fonologis, diskriminasi auditoris,
ingatan auditoris, urutan auditoris, dan perpaduan auditoris; (2) persepsi
visual, yang meliputi
hubungan keruangan, diskriminasi
visual, diskriminasi bentuk
dan latar, visual closure, mengenal obyek, dan
(3) persepsi heptik
yang meliputi persepsi taktil
dan kinestetik. Berikut
penjelasan singkat mengenai masing-masing jenis persepsi.
c.
Defenisi Komponen Kognitif
Persepsi Auditoris,
adalah kemampuan untuk
memahami atau menginterpretasikan
segala sesuatu yang didengar. Persepsi ini mencakup kemampuan:
(l) Kesadaran fonologis adalah kesadaran
bahwa bahasa dapat
dipecah ke dalam
kata, sukukata, dan fonem (bunyi huruf).
(2) Diskriminasi Auditoris;
Kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan mengidentifikasi
kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
(3) Ingatan Auditoris; kemampuan
untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang didengar.
(4) Urutan Auditoris; kemampuan
mengingat urutan hal-hal yang disarnpaikan secara lisan
(5) Perpaduan
Auditoris; Kemampuan memadukan
elemen-elemen fonem tunggal
atau berbagai fonem menjadi suatu kata yang utuh
Persepsi Visual,
merupakan kemampuan untuk
memahami atau menginterpretasikan segala
sesuatu yang dilihat.
Persepsi visual mencakup
kemampuan berikut:
(l) Hubungan keruangan menunjuk
pada persepsi tentang posisi berbagai obyek dalam ruang.
(2) Diskriminasi
visual menunjuk pada kemampuan
membedakan suatu obyek
dari obyek yang lain.
(3) Diskriminasi
bentuk-Iatar menunjuk pada kemampuan
membedakan suatu obyek
dari latar belakang yang mengelilinginya.
(4) Visual closure menunjuk pada
kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu obyek, meskipun obyek tersebut
tidak diperlihatkan secara keseluruhan.
(5) Mengenal
obyek menunjuk pada kemampuan
mengenal sifat berbagai
obyek pada saat mereka memandangnya.
Sedangkan persepsi
heptik menunjuk pada
kemampuan mengenal berbagai
obyek melalui modalitas taktil (perabaan) dan kinestetik (gerak).
(l) Persepsi taktil;
berkaitan dengan sentuhan
atau rabaan; atau
kemampuan mengenal berbagai obyek
melalui meraba; mis. mengidentifikasi angka
yang ditulis di
punggung, membedakan
permukaan kasar dari
yang halus, mengidentifikasi jari
mana yang digunakan untuk
meraba
(2) Persepsi
kinestetik; (a) perasaan
yang sangat kompleks
yang ditimbulkan oleh rangsangan di otot, urat, dan
pergelangan; (b) mempunyai daya menyadari gerakan otot; misalnya kesadaran
posisi, rasa tubuh tentang
kontraksi otot, tegangan, dan
relaksasi adalah beberapa contoh dari persepsi kinestetik.
2.
Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Asesmen
Perkembangan Persepsi
Berdasarkan
ruanglingkup materi perkembangan persepsi di atas, langkah selanjutnya adalah menyusun
kisi-kisi instrumen asesmen.
Sebelum menyusun kisi-kisi
instrumen asesmen perkembangan persepsi, Anda perlu menetapkan perilaku
yang akan diases terlebih dahulu. Dalam hal ini Anda memilih komponen-komponen
apa saja yang akan diaseskan dari bidang
perkembangan persepsi tersebut.
Misalnya, sebagai contoh
kita menetapkan dan memilih
komponen "Persepsi
auditoris". Dengan demikian pengetahuan
kita dipusatkan pada bagaimana
menggali informasi tentang
kemampuan anak dalam
memahami atau menginterpretasikan
segala sesuatu yang didengarnya.
Sebagaimana Anda
pelajari dalam ruang
lingkup bidang perkembangan
persepsi, kemampuan persepsi auditoris
terdiri dari lima
kemampuan atau keterampilan,
yaitu: kesadaran fonologis, diskriminasi auditoris, ingatan auditoris, urutan
auditoris, dan perpaduan auditoris. Dengan demikian Anda dituntut untuk
memahami secara mendalam tentang sub-sub komponen tersebut, sehingga Anda mampu
menjabarkannya dalam bentuk indikator-indikator yang lebih operasional.
Setelah Anda
memahaminya, langkah selanjutnya
adalah menyusun kisi-kisi instrumen asesmen perkembangan
persepsi auditoris baik dalam bentuk tabel maupun daftar. Pada dasamya
tidak ada ketentuan
berapa kolom yang
kita perlukan, namun yang
paling penting kolom-kolom tersebut harus memuat tiga aspek, yaitu:
kolom komponen keterampilan yang
akan diases, kolom
ruang lingkup atau
sub-sub komponen dari komponen
ketrampilan yang akan diases, serta kolom
indikator-indikator yang akan
mampu menggali kemampuan atau keterampilan dari sub-sub
komponen tadi.
3.
Mengembangkan
Butir-butir Instrumen Asesmen Keterampilan Kognitif dasar
Pengembangan
Butir-butir Instrumen Asesmen Perkembangan Persepsi Setelah menyusun kisi-kisi instrumen
perkembangan persepsi (seperti contoh di atas: persepsi auditoris), langkah
selanjutnya adalah mengembangkan
butir-butir instrumen perkembangan persepsi
auditoris dari kisi-kisi
yang telah dibuat
sebelumnya. Sama halnya dengan
penyusunan kisi-kisi instrumen asesmen perkembangan yang lainnya, pengembangan butir soal
perkembangan persepsi dapat
dibuat dalam bentuk
daftar atau tabel. Butir-butir soal dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator yang telah dijabarkan dari subkomponen keterampilan/kemampuan, yang
kemudian dibuat lembar
kerja siswa (LKS).
Dalam hal ini guru/asesor dituntut
untuk terampil membuat
pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas
yang relevan dengan informasi-informasi yang
akan digali, yaitu
kemampuan dalam perkembangan persepsi
dari seorang siswa
. Ada beberapa
aspek yang perlu
diperhatikan dalam membuat butir-butir
soal ataupun LKS, diantaranya adalah
pertanyaan atau tugas hendaknya diberikan dalam kalimat yang
sederhana, jelas, tidak berbelit-belit sehingga tidak membingungkan siswa
yang sedang diases. Faktor kejelasan
ini sangat penting
dan sangat mempengaruhi cara
kerja siswa, dan dari
kerja siswa itulah guru/asesor
akan memperoleh informasi yang
diharapkan. Jika terjadi
ketidakjelasan dalam tugas, maka
siswa tidak akan bekerja
sesuai dengan yang
diharapkan. Ini berarti informasi
yang digalipun tidak
relevan, yang pada gilirannya
kekuatan dan kelemahan,
serta kebutuhan siswapun
tidak dapat diketahui.